Selasa, Maret 08, 2011

“Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Kreativitas Belajar Siswa dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar dengan Metode Pemecahan Masalah”
Oleh Sulis Porniawati
Abstrak
Sistem pembelajaran matematika dewasa ini sangat menekankan pada pendayagunaan aktivitas (keaktifan) dalam proses belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Tetapi dalam kegiatan pembelajaran siswa tidak hanya dituntut keaktifannya saja tapi juga kekreativitasannya, karena kreativitas dalam pembelajaran dapat menciptakan situasi yang baru, tidak monoton dan menarik sehingga siswa akan lebih terlibat dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Untuk itulah diperlukan metode pemecahan masalah karena dengan metode pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas dan kreativitas belajar siswa. Karena Konsep dasar dan karakteristik metode pemecahan masalah diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan pada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah.
Kata Kunci : Metode Pemecahan Masalah, Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar, Aktivitas, Kreativitas
A. Pendahuluan
Belajar merupakan suatu proses yang mengakibatkan adanya perubahan perilaku baik potensial maupun aktual dan bersifat relatif permanen sebagai akibat dari latihan dan pengalaman. Sedangkan kegiatan pembelajaran adalah kegiatan interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam kegiatan pembelajaran siswa dituntut keaktifannya. Aktif yang dimaksud adalah siswa aktif bertanya, mempertanyakan, mengemukakan gagasan dan terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran, karena belajar memang merupakan suatu proses aktif dari siswa dalam membangun pengetahuannya. Sehingga, jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar.
Dalam kegiatan pembelajaran siswa tidak hanya dituntut keaktifannya saja tapi juga kekreativitasannya, karena kreativitas dalam pembelajaran dapat menciptakan situasi yang baru, tidak monoton dan menarik sehingga siswa akan lebih terlibat dalam kegiatan pembelajaran.
Dalam pembelajaran matematika seringkali siswa merasa kesulitan dalam belajar, selain itu belajar siswa belum bermakna, sehingga pengertian siswa tentang konsep salah. Akibatnya prestasi siswa baik secara nasional maupun internasional belum menggembirakan. Rendahnya prestasi disebabkan oleh faktor siswa yaitu mengalami masalah secara komprehensip atau secara parsial. Sedangkan guru yang bertugas sebagai pengelola pembelajaran seringkali belum mampu menyampaikan materi pelajaran kepada siswa secara bermakna, serta penyampaiannya juga terkesan monoton tanpa memperhatikan potensi dan kreativitas siswa sehingga siswa merasa bosan karena siswa hanya dianggap sebagai botol kosong yang siap diisi dengan materi pelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran matematika guru harus menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi dan disesuaikan dengan kondisi siswa sehingga siswa lebih memahami materi yang disampaikan dan siswa lebih berkesan dengan pembelajaran yang telah disampaikan serta siswa akan lebih mengingat dan tidak mudah melupakan hal- hal yang dipelajarinya.
Mengacu pada berbagai teori diatas maka metode pemecahan masalah sangat tepat untuk diterapkan sebagai solusi untuk meningkatkan aktivitas dan kreativitas belajar siswa pada mata pelajaran matematika. Karena metode pemecahan masalah sendiri diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Dengan menggunakan metode pemecahan masalah siswa dituntut keaktifannya dalam mengikuti kegiatan pembelajaran serta dituntut kreativitasnya dalam menyelesaikan soal- soal yang memang menuntut mereka untuk berfikir kreatif.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya adalah:
Apakah dengan menggunakan metode pemecahan masalah pada mata pelajaran matematika di sekolah dasar dapat meningkatkan aktivitas dan kreativitas belajar siswa?


C. Kajian teori
1. Metode Pemecahan Masalah
Konsep dasar dan karakteristik metode pemecahan masalah diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan pada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat tiga ciri utama dari metode pemecahan masalah yaitu:pertama, merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran artinya dalam implementasinya ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa, kedua aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaiakn masalah, yang menempatkan masalah sebagai kunci dari proses belajar, ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berfikir secara ilmiah (wina Sanjaya, 2008; 114-115)
Menurut Gagne, belajar dapat dikelompokkan menjadi 8 tipe belajar, yaitu: belajar isyarat, stimulus respon, rangkaian gerak, rangkaian verbal, membedakan, pembentukan konsep,pembentukan aturan dan pemecahan masalah. Belajar pemecahan masalah adalah tipe belajar yang paling tinggi kerena lebih kompleks dari yang lain.
Dalam rangka memecahkan persoalan- persoalan atau masalah- masalah apabila diamati akan terdapat adanya perbedaan dalam langkah- langkah yang diambil dari individu satu dengan individu yang lain. Ada yang segera mengambil langkah begitu perintah telah dimengerti dan mencoba-coba hingga sampai pada cara yang benar, namun ada juga yang tidak mengambil tindakan tetapi memikirkan kemungkinan- kemungkinan yang ada berkaitan dengan pemecahan masalahnya sebelum mengambil tindakan secara kongkrit.
Strategi pemecahan masalah dapat diterapkan manakala:
a. Guru mengharapkan agar siswa tidak hanya sekedar dapat mengingat materi pelajaran, tetapi menguasai dan memahami secara penuh.
b. Guru bermaksud untuk mengembangkan keterampilan berfikir rasional siswa.
c. Guru menginginkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah serta membuat tantangan intelektual siswa.
d. Guru ingin mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajarnya.
e. Guru ingin agar siswa memahami hubungan antara apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupannya.
Kriteria pemilihan bahan pelajaran dalam strategi pemecahan masalah:
a. Bahan pelajaran harus mengandung isu- isu yang mengandung konflik.
b. Bahan yang dipilih adalah bahan yang familiar dengan siswa, sehingga siswa dapat mengikuti dengan baik.
c. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak, sehingga terasa bermanfaat.
d. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum,
e. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu mempelajarinya.
Macam-macam strategi pemecahan masalah matematika di sekolah dasar:
Menurut Reys (1978) dan buku pengembangan pembelajaran matematika SD, disebutkan beberapa macam strategi pemecahan masalah yaitu:
a.Beraksi(Act It Out)
Strategi ini menuntut untuk melihat apa yang ada dalam masalah dan membuat hubungan antar komponen dalam masalah menjadi jelas melalui serangkaian saksi fisik atau manipulasi objek. Penggunaan manipulasi objek agar hubungan antar komponen dalam permasalahan menjadi jelas.
b. Membuat gambar atau diagram
Strategi ini digunakan untuk menyederhanakan masalah dan memperjelas hubungan yang ada. Untuk membuat gambar atau diagram ini, tidak perlu membuatnya detail tetapi cukup yang berhubungan dengan permasalahan yang ada.

c. Mencari pola
Pada prinsipnya, strategi mencari pola ini sudah dikenal sejak di Sekolah Dasar. Untuk memudahkan memahami permasalahan, siswa sering kali diminta untuk membuat tabel dan kemudian menggunakannya untuk menemukan pola yang relevan dengan permasalahan yang ada.
d. Membuat tabel
Strategi ini ini membantu mempermudah siswa untuk melihat pola dan memperjelas informasi yang hilang. Dengan kata lain strategi ini sangat membantu dalam mengklasifikasikan dan menyusun informasi atau data dalam jumlah besar.
e. Menghitung semua kemungkinan secara sistematis
Strategi ini sering digunakan bersama-sama dengan strategi mencari pola dan membuat tabel, karena kadang kala tidak mungkin untuk mengidentifikasi seluruh kemungkinan himpunan penyelesaian. Dalam kondisi demikian, dapat menyederhakan dengan mengkategorikan semua kemungkinan kedalam beberapa bagian. Namun, jika memungkinkan kadang-kadang perlu mengecek atau menghitung semua kemungkinan jawaban.
f. Menebak dan menguji
Strategi menebak yang terdidik ini didasarkan pada aspek-aspek yang relevan dengan permasalahan yang ada, ditambah pengetahuan dari pengalaman sebelumnya. Hasil tebakan tentu saja harus diuji kebenaranya serta diikuti oleh sejumlah alasan yang logis.
g. Bekerja mundur
Strategi ini sangat cocok untuk menjawab permasalahan yang menyajikan kondisi
atau hasil akhir dan menayakan sesuatu yang terjadi sebelumnya.
h. Mengidentifikasi informasi yang didinginkan, diberikan, dan diperlukan.
Strategi ini membentu menyortir informasi dan memberi pengalaman dalam merumuskan pengalaman. Dalam hal ini perlu menentukan permasalahan yang akan dijawab, menyortir informasi-informasi penting untuk menjawabnya, dan memilih langkah-langkah penyelesaian yang sesuai dengan soal.
i. Menulis kalimat terbuka
Strategi ini dapat melihat hubungan antara informasi yang diberikan dan yang dicari. Untuk menyederhanakan permasalahan, dapat menggunkan variabel-veriabel sebagai pengganti kalimat dalam soal.
j. Menyelesaikan masalah yang lebih sederhana atau serupa
Suatu masalah yang rumit dapat diselesaikan dengan cara menyelesaikan masalah
yang serupa tetapi lebih sederhana.
k. Mengubah pandangan
Strategi ini dapat digunakan setelah beberapa strategi lain telah dicoba tanpa ada hasilnya (Nyimas Aisyah, dkk, 2007;11-16). Jika diperhatikan secara seksama antara strategi satu dengan yang lainya adalah selalu berkaitan dan berhubungan dalam menyelesaikan pemecahan masalah matematika. Bahkan dalam satu soal pemecahan masalah matematika dapa menggunakan lebih dari satu strategi. Untuk memilih strategi manakah yang paling tepat digunakan untuk memecahkan suatu permasalahan, diperlukan suatu keterampilan dan langkah-langkah secara rinci.
Langkah- langkah metode pemecahan masalah:
1. Merumuskan masalah
Yaitu langkah siswa dalam menentukan masalah yang akan dipecahkan.
2. Menganalisis masalah
Yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang.
3. Merumuskan hipotesis
Yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan yang sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
4. Mengumpulkan data
Yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah.
5. Pengujian hipotesis
Yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penilakan hipotesis yang diajukan.
6. Merumuskan pemecahan masalah
Yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan simpulan.
Kelebihan metode pemecahan masalah:
a. Mengajak siswa berfikir secara rasional.
b. Siswa aktif.
c. Mengembangkan rasa tanggung jawab.
Kelemahan metode pemecahan masalah:
a. Memakan waktu lama.
b. Kebulatan bahan kadang- kadang sulit tercapai.
2. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Berbagai pendapat muncul mengenai definisi matematika, dipandang dari pengetahuan dan pengalaman masing- masing yang berbeda. Ada yang mengatakan bahwa matematika itu bahasa simbol; matematika adalah bahasa numerik; matematika adalah bahasa yang dapat menghilangkan sifat kabur, majemuk dan emosional, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Banyak definisi terhadap pertanyaan " what is matematics?, diantaranya ada
yang mendefinisikan" mathematics is power dan " mathematics is a tool". Mathematics is power, Ruseffendi ET (1980 : 148) mengemukakan bahwa matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran. Simbol ataau notasi dalam matematika mempunyai peranan penting dalam mengkomunikasikan ide-ide dalam membangun matemaiika. Terbentuknya suatu konsep matematika melalui proses berikut, adanya simbol-simbol dari ide-ide dengan mengkomunikasikan simbol-simbol akan membangun konsep-konsep matematika sebagai kekuatan. Kline (1973) dealam bukunya mengatakan matematika bukanlah pengetahuan yang menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan dan menguasai persoalan sosial, ekonomi dan alam. Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berpikir, dikatakan sebagai alat karena matematika dapat membantu mengembangkan ilmu yang lain memecahkan masalah kehidupan serta mengembangkan ilmu untuk dirinya sendiri dan dikkembangkan untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Karakteristik pembelajaran matematika diantaranya: pembelajaran matematika adalah berjenjang, pembelajaran matematika mengikuti metoda spiral, pengajaran matematika menekankan pola berfikir deduktif, pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi.
Salah satu tujuan diberikannya matematika di jenjang pendidikan dasar dan menengah, yaitu untuk “Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari …” (Depdikbud 1994:1). Dikatakan pula oleh Gagne (Ruseffendi, 1988: 165), bahwa objek tidak langsung dari mempelajari matematika adalah agar siswa memiliki kemampuan memecahkan masalah. Dari pendapat Gagne dan tujuan Kurikulum Matematika, dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk dapat memecahkan suatu masalah, para siswa perlu memiliki kemampuan bernalar yang dapat diperoleh melalui pembelajaran matematika.
3. Aktifitas belajar
Siswa adalah suatu oraganisasi yang hidup. Dalam dirinya terkandung banyak kemungkinan dan potensi yang hidup dan sedang berkembang. Dalam diri masing- masing siswa tersebut terdapat “prinsip aktif” yakni keinginan berbuat dan bekerja sendiri. Prinsip aktif mengendalikan tingkah lakunya. Pendidikan perlu mengarahkan tingkah laku menuju ke tingkat perkembangan yang diharapkan. Potensi yang hidup perlu mendapat kesempatan berkembang ke arah tujuan tertentu.
Siswa memiliki kebutuhan- kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial yang perlu mendapat pemuasan, dan oleh karenanya menimbulkan dorongan berbuat tertentu. Tiap saat kebutuhan itu bisa berubah dan bertambah, sehingga varietasnya menjadi bertambah besar. Dengan sendirinya perbuatan itupun menjadi banyak macam ragamnya.
Pendidikan modern lebih menitikberatkan pada aktivitas sejati, dimana siswa belajar sambil bekerja. Dengan bekerja, siswa memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan serta perilaku lainnya termasuk sikap dan nilai. Sehubungan dengan hal tersebut, sistem pembelajaran dewasa ini sangat menekankan pada pendayagunaan aktivitas (keaktifan) dalam proses belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Jenis- jenis aktivitas
Aktivitas belajar banyak macamnya. Para ahli mencoba mengadakan klasifikasi, antara lain Paul D. Dierich membagi kegiatan belajar menjadi 8 kelompok, sebagai berikut:
a. Kegiatan-kegiatan visual : membaca, melihat gambar- gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, mengamati orang lain bekerja atau bermain.
b. Kegiatan-kegiatan lisan (oral) : Mengemukakan fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, berwawancara, diskusi.
c. Kegiatan-kegiatan mendengarkan : Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan instrumen musik, mendengarkan siaran radio.
d. Kegiatan-kegiatan menulis : Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat sketsa, atau rangkuman, mengerjakan tes, mengisi angket.
e. Kegiatan-kegiatan menggambar : Menggambar, membuat grafik, diagram, peta, pola.
f. Kegiatan-kegiatan metrik : Melakukan percobaab, memilih alat- alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari, berkebun.
g. Kegiatan-kegiatan mental : Merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, menemukan hubungan- hubungan, membuat keputusan.
h. Kegiatan-kegiatan emosional : Minat, membedakan, berani, tenang, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini terdapat pada semua kegiatan tersebut diatas, dan bersifat tumpang tindih (Burton, 1952, h. 436).
Upaya pelaksanaan aktivitas dalam pembelajaran
Asas aktivitas dapat diterapkan dalam semua kegiatan dan proses pembelajaran. Untuk memudahkan guru dalam melaksanakan asas ini, maka dalam hal ini dipilih empat alternatif pendayagunaan saja, yakni :
1) Pelaksanaan aktivitas pembelajaran dalam kelas.
Asas aktivitas dapat dilaksanakan dalam setiap tatap muka dalam kelas yang terstruktur, baik dalam bentuk komunikasi langsung, kegiatan kelompok, kegiatan kelompok kecil, belajar independen.
2) Pelaksanaan aktivitas pembelajaran sekolah masyarakat.
Dalam pelaksanaan pembelajaran dilakukan dalam bentuk membawa kelas kedalam masyarakat, melalui metode karyawiasata, survei, keja lapangan, pelayanan masyarakat, dan sebagainya. Cara lain, mengundang nara sumber dari masyarakat ke dalam kelas, dan pelatihan diluar.
3) Pelaksanaan aktivitas pembelajaran dengan pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
Pembelajaran dititik beratkan pada keaktifan siswa dan guru bertindak sebagai fasilitator dan nara sumber, yang memberikan kemudahan bagi siswa untuk belajar.
4. Kreativitas belajar
Salah satu tafsiran tentang hakikat kreatifitas dikemukakan oleh Ausubel, sebagai berikut: Creative achievement ... reflects a rare capacity for developing insights, sensitivities, ang appreciations in a circumscribed content area of intelectual or artistic activity.
Berdasarkan rumusan itu, maka seseorang yang kreatif adalah yang memiliki kemampuan pemahaman, sensitivitas, dan apresiasi melebihi seseorang yang tergolong intelegen. Berdasarkan eksperimen Maltzman, ternyata latihan (belajar) menambah kreativitas, baik aspek keluwesan maupun aspek keaslian dan jumlah, dari jenjang yang rendah sampai pada jenjang yang tinggi. Banyak pakar yang mendiskusikan kreativitas sebagai hasil berfikir kreatif atau pemecahan masalah. Thorrance misalnya, mendefinisikan berfikir kretif sebagai proses penyadaran adanya gap, gangguan atau unsur- unsur yang keliru, pembentukan gagasan- gagasan atau hipotesis, pengujian hipotesis tersebut, pengkomunikasian hasil- hasil, mungkin juga pengujian kembali atau perbaikan hipotesis.
D. Pembahasan
Pendidikan modern lebih menitikberatkan pada aktivitas sejati, dimana siswa belajar sambil bekerja. Dengan bekerja, siswa memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan serta perilaku lainnya termasuk sikap dan nilai. Sehubungan dengan hal tersebut, sistem pembelajaran dewasa ini sangat menekankan pada pendayagunaan aktivitas (keaktifan) dalam proses belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Untuk dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pembelajaran matematika di sekolah dasar dapat menggunakan metode pemecahan masalah. Karena metode pemecahan masalah adalah serangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Aktivitas-aktivitas pembelajaran yang diharapkan bukan hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi siswa dituntut untuk aktif berfikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan.
Dalam pembelajaran matematika yang notabennya banyak siswa yang menganggap bahwa matematika itu sulit, penuh dengan rumus-rumus dan angka-angka, sehingga sebelum kegiatan pembelajaran dimulai siswa sudah menyerah dan merasa tidak akan mampu menguasai materi pelajaran yang akan disampaikan, hal ini mengakibatkan siswa menjadi tidak dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dengan menerapkan metode pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika, siswa dituntut untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk memecahkan masalah yang disediakan oleh guru. Siswa harus mengikuti pembelajaran dari awal sampai akhir sesuai dengan langkah-langkah yang ada dalam metode pemecahan masalah agar dapat memecahkan soal yang diberikan. Akibatnya mau tidak mau siswa harus ikut andil didalamya dan turut serta aktif dalam pembelajaran. Secara tidak langsung selama siswa melaksanakan kegiatan pembelajaran untuk mencari pemecahan masalah, siswa telah belajar matematika dengan baik dan memahami materi pelajaran yang dikerjakannya dan akhirnya siswa berhasil mencari pemecahan dari masalah yang disediakan. Setelah siswa berhasil mencari pemecahan masalahnya siswa akan merasa senang karena merasa bahwa mereka dapat mengikuti pelajaran matematika dengan baik dan dapat memotivasi mereka untuk selalu turut aktif dalam pembelajaran matematika.
Metode Pemecahan Masalah dan Kreativitas Belajar
Seseorang atau organisme dalam mencari pemecahan terhadap masalah yang dihadapi akan dapat menemukan sesuatu yang baru, yang sebelumnya mungkinbelum terdapat. Hal ini berkaitan dengan berfikir kreatif (creative thinking). Dengan berfikir kreatif orang menciptakan sesuatu yang baru. Timbulnya hal baru tersebut secara tiba-tiba dan berkaitan dengan insight.
Dalam metode pemecahan masalah siswa dihadapkan pada serangkaian aktivas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Dalam penyelesaian masalah tersebut harus mengacu pada langkah-langkah yang ada.
Begitu juga dalam penggunaan metode pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar. Siswa dituntut untuk memecahkan masalah yang disajikan oleh guru sesuai dengan langkah-langkah yang telah ditetapkan. Untuk dapat mencari pemecahan dari permasalahan yang disajikan, siswa terlebih dahulu harus memikirkan mengenai kemungkinan-kemingkinan yang akan terjadi dari setiap langkah yang dilakukannya. Kemampuan untuk berfikir mengenai kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dan kemampuan untuk menyelesaikan langkah-langkah pemecahan yang ada inilah yang dapat meningkatkan kreativitas berfikir siswa.
E. Simpulan
Untuk dapat meningkatkan aktivitas dan kreativitas belajar siswa dalam pembelajaran matematika disekolah dasar diperlukan metode pemecahan masalah. Karena dengan metode pemecahan masalah aktivitas dan kreativitas belajar siswa dapat terlihat dari proses pembelajaran yang memang mensyaratkan mereka untuk terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran dan berfikir kreatif dalam memecahkan masalah yang ada.

Daftar pustaka
Hamalik, Oemar. 1994. Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara: Jakarta.
Hamalik, Oemar. 2001. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan pendekatan Sistem. Bumi Aksara: Jakarta.
Suherman, Erman. dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA:.Bandung.
Walgito, Bimo. 2003. Pengantar Psikologi Umum. Andi: Yogyakarta.
http:www.jokocakep.blogspot.com.tanggal: 30 Desember 2010
MAKALAH
MENENTUKAN KELILING DAN LUAS BANGUN DATAR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN RME
Oleh :
1. Dian Ratnawati ( 06310250 )
2. Nur Afiyah ( 06310265 )
3. Vida Yasianti ( 06310280 )


A. LATAR BELAKANG
Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam metematika. Prestasi matematika siswa baik secara nasional maupun internasional belum menggembirakan. Rendahnya prestasi matematika siswa disebabkan oleh faktor siswa yaitu mengalami masalah secara komprehensif atau secara parsial dalam matematika. Selain itu, belajar matematika siswa belum bermakna sehingga pengertian siswa tentang konsep sangat lemah. Hal lain yang menyebabkan sulitnya metematika bagi siswa adalah karena pembelajaran matematika kurang bermakna.
Guru dalam pembelajarannya dikelas tidak mengaitkan dengan skema yang telah dimiliki oleh siswa dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika. Mengaitkan pengalaman kehidupan nyata anak dengan ide-ide matematika dalam pembelajaran dikelas penting dilakukan agar pembelajaran bermakna ( Soedjadi, 2000, Price, 1996 : Zamroni, 2000 ).
Berdasarkan pendapat diatas, pembelajaran matematika dikelas ditekankan pada keterkaitan antara konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari. Selain itu, perlu menerapkan kembali konsep matematika yang telah dimiliki anak pada kehidupan sehari-hari atau pada bidang lain sangat penting dilakukan.
Model mengajar adalah proses dan prosedur melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang dapat mengoptimalkan kegiatan belajar siswa. Salah satu pembelajaran metematika yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari ( mathematize of everday experience ) dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari adalah pembelajaran matematika realistic ( MR ). Pembelajaran MR pertama kali di kembangkan dan dilaksanakan di Belanda dan dipandang sangat berhasil untuk mengembangkan pengertian siswa.

B. PERUMUSAN MASALAH
Model mengajar RME merupakan salah satu model pembelajaran yang paling sederhana, atas dasar itu dirumuskan :
1. Apa pengertian model pembelajaran RME ?
2. Apa penjelasan karakteristik model pembelajaran RME ?
3. Bagaimana implementasi pendekatan RME dalam pembelajaran matematika ?
4. Bagaimana aplikasi model mengajar RME dalam pembelajaran matematika ?



















BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian RME
RME adalah pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang “real” bagi siswa, menekankan ketrampilan, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menentukan sendiri dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok.
Pada pendekatan ini peran guru tak lebih dari seorang fasilitator, moderator atau evaluator, sementara siswa berpikir, mengkomunikasi, melatih nuansa demokrasi dengan menghargai pendapat orang lain.
RME yang dimaksudkan dalam hal ini adalah matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah realistic digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Selanjutnya siswa diberi kesempatan mengaplikasikan konsep-konsep matematika untuk memecahkan masalah sehari-hari atau dalam masalah bidang lain. Pembelajaran ini sangat berbeda dengan pembelajaran matematika selama ini yang cenderung berorientasi pada memberi informasi dan memakai matematika yang siap dipakai untuk memecahkan masalah-masalah.
Dua jenis matematisasi diformalisasikan oleh treffes (1991), yaitu matematisasi horizontal dan vertical, pendekatan dalam pendidikan matematika dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu:
a. Mekanistik atau pendekatan tradisional
b. Empiristik
c. Strekturalistik
d. Realistik
Dalam pendidikan matematika dua komponen matematisasi adalah penting yaitu metematisasi horizontal menunjuk pada proses transfermasi masalah yang dinyatakan dalam bahasa sehari-hari kebahasa matematika. Matematisasi vertical adalah proses dalam matematika itu sendiri.

B. Karakteristik RME
Karakteristik RME adalah menggunakan: konteks “dunia nyata”, model-model produksi dan konstruksi siswa, interaktif dan berkaitan (interwinment) (Treffers, 1991:Van de Huevel-panhulzen, 1998).
a. Menggunakan Konteks “Dunia Nyata”
Pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual “dunia nyata”, sehingga memungkinkan mereka menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung.
b. Menggunakan Model-Model ( Matematisasi)
Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang dikembangkan oleh siswa sendiri.
c. Menggunakan Produk Dan Konstruksi
Menekankan bahwa dengan pembuatan “produksi bebas”. Siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar.
d. Menggunakan Interaktif
Interaksi antar siswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam pembelajaran matematika realistic.
e. Menggunakan Keterkaiatan
Dalam RME pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial. Jika dalam pembelajaran kita mengakibatkan keterkaitan dengan bidang yang lain maka akan berpengaruh pada pemecahan masalah.

C. Implementasi Pendekatan RME Dalam Pembelajran Matematika
Implementasi pendidikan matematika realistic di Indonesia harus dimulai dengan mengadaptasi RME sesuai dengan karakteristik dan budaya bangsa Indonesia. Pengimplementasian RME dikelas harus didukung oleh sebuah perangkat yang dalam hal ini adalah buku ajar yang sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia. Menurut soeharto (2001, dalam WWW.Depdiknas. Go. Id) bahwa implementasi RME dikelas meliputi tiga fase yaitu:
1. Fase Pengenalan.
Guru memperkenalkan masalah realistic dalam matematika kepada seluruh siswa serta membantu untuk memberi pemahaman (setting) masalah.
2. Fase Eksplorasi
Siswa dianjurkan bekerja secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Pada saat siswa sedang bekerja, siswa mencoba membuat model situasi masalah, berbagi pengalaman atau ide, mendiskusikan pada yang dibentuk saat itu. Guru memberi pengertian sambil berjalan mengelilingi siswa, melakukan pemeriksaan terhadap pekerjaan siswa dan memberi motivasi kepada siswa untuk giat bekerja menyelesaikan masalah matematika.
3. Fase Meringkas
Pada fase meringkas guru dapat mengawali pekerjaan lanjutan setelah siswa meningkatkan kinerja matematika secara evisien dan efektif. Peranan siswa dalam fase ini sangat penting seperti: mengajukan dugaan, pertanyaan, bernegosiasi, alternative-alternatif pemecahan masalah, memberikan alasan, memperbaiki strategi dan dugaan mereka dan membuat ketekaitan.












BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, maka sebagai kesimpulan dapat disampaikan beberapa hal sebagai berikut:
RME merupakan matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Pembelajaran RME menggunakan masalah-masalah realistic sebagai pangkal tolak pembelajaran, dan melalui matematisasi horizontal - vertikal siswa diharapkan mendapatkan pengetahuan matematika formal. Selanjutnya, siswa diberi kesempatan menerapkan konsep – konsep matematika untuk memecahkan masalah sehari – hari atau masalah dalam bidang lain. Dengan kata lain, pembelajarn RME berorientasi pada matematisasi pangalaman sehari-hari. Sehingga siswa belajar dengan bermakna.

B. Saran
Agar dalam proses pembelajaran bisa bermakna, guru harus menggunakan model pembelajaran dan pendekatan yang tepat dan sesuai dengan materi yang disampaikan.
Dan sebelum guru menggunakan model dan pendekatan yang dipilih, guru harus mengetahui dan memahami model dan pendekatan tersebut.









DAFTAR PUSTAKA

Dahlan. 1984. Model-Model Mengajar. Bandung : CV. Diponegoro Bandung.
Pemerintah Kota Semarang. 2004. Buku Paket Matematika SMK Teknologi Industri . Semarang.
Soekamto, Tutik. 1996. Model-model Belajar. Jakarta : Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
MAKALAH
MENENTUKAN KELILING DAN LUAS BANGUN DATAR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN RME
Oleh :
1. Dian Ratnawati ( 06310250 )
2. Nur Afiyah ( 06310265 )
3. Vida Yasianti ( 06310280 )


A. LATAR BELAKANG
Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam metematika. Prestasi matematika siswa baik secara nasional maupun internasional belum menggembirakan. Rendahnya prestasi matematika siswa disebabkan oleh faktor siswa yaitu mengalami masalah secara komprehensif atau secara parsial dalam matematika. Selain itu, belajar matematika siswa belum bermakna sehingga pengertian siswa tentang konsep sangat lemah. Hal lain yang menyebabkan sulitnya metematika bagi siswa adalah karena pembelajaran matematika kurang bermakna.
Guru dalam pembelajarannya dikelas tidak mengaitkan dengan skema yang telah dimiliki oleh siswa dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika. Mengaitkan pengalaman kehidupan nyata anak dengan ide-ide matematika dalam pembelajaran dikelas penting dilakukan agar pembelajaran bermakna ( Soedjadi, 2000, Price, 1996 : Zamroni, 2000 ).
Berdasarkan pendapat diatas, pembelajaran matematika dikelas ditekankan pada keterkaitan antara konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari. Selain itu, perlu menerapkan kembali konsep matematika yang telah dimiliki anak pada kehidupan sehari-hari atau pada bidang lain sangat penting dilakukan.
Model mengajar adalah proses dan prosedur melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang dapat mengoptimalkan kegiatan belajar siswa. Salah satu pembelajaran metematika yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari ( mathematize of everday experience ) dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari adalah pembelajaran matematika realistic ( MR ). Pembelajaran MR pertama kali di kembangkan dan dilaksanakan di Belanda dan dipandang sangat berhasil untuk mengembangkan pengertian siswa.

B. PERUMUSAN MASALAH
Model mengajar RME merupakan salah satu model pembelajaran yang paling sederhana, atas dasar itu dirumuskan :
1. Apa pengertian model pembelajaran RME ?
2. Apa penjelasan karakteristik model pembelajaran RME ?
3. Bagaimana implementasi pendekatan RME dalam pembelajaran matematika ?
4. Bagaimana aplikasi model mengajar RME dalam pembelajaran matematika ?



















BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian RME
RME adalah pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang “real” bagi siswa, menekankan ketrampilan, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menentukan sendiri dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok.
Pada pendekatan ini peran guru tak lebih dari seorang fasilitator, moderator atau evaluator, sementara siswa berpikir, mengkomunikasi, melatih nuansa demokrasi dengan menghargai pendapat orang lain.
RME yang dimaksudkan dalam hal ini adalah matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah realistic digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Selanjutnya siswa diberi kesempatan mengaplikasikan konsep-konsep matematika untuk memecahkan masalah sehari-hari atau dalam masalah bidang lain. Pembelajaran ini sangat berbeda dengan pembelajaran matematika selama ini yang cenderung berorientasi pada memberi informasi dan memakai matematika yang siap dipakai untuk memecahkan masalah-masalah.
Dua jenis matematisasi diformalisasikan oleh treffes (1991), yaitu matematisasi horizontal dan vertical, pendekatan dalam pendidikan matematika dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu:
a. Mekanistik atau pendekatan tradisional
b. Empiristik
c. Strekturalistik
d. Realistik
Dalam pendidikan matematika dua komponen matematisasi adalah penting yaitu metematisasi horizontal menunjuk pada proses transfermasi masalah yang dinyatakan dalam bahasa sehari-hari kebahasa matematika. Matematisasi vertical adalah proses dalam matematika itu sendiri.

B. Karakteristik RME
Karakteristik RME adalah menggunakan: konteks “dunia nyata”, model-model produksi dan konstruksi siswa, interaktif dan berkaitan (interwinment) (Treffers, 1991:Van de Huevel-panhulzen, 1998).
a. Menggunakan Konteks “Dunia Nyata”
Pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual “dunia nyata”, sehingga memungkinkan mereka menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung.
b. Menggunakan Model-Model ( Matematisasi)
Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang dikembangkan oleh siswa sendiri.
c. Menggunakan Produk Dan Konstruksi
Menekankan bahwa dengan pembuatan “produksi bebas”. Siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar.
d. Menggunakan Interaktif
Interaksi antar siswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam pembelajaran matematika realistic.
e. Menggunakan Keterkaiatan
Dalam RME pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial. Jika dalam pembelajaran kita mengakibatkan keterkaitan dengan bidang yang lain maka akan berpengaruh pada pemecahan masalah.

C. Implementasi Pendekatan RME Dalam Pembelajran Matematika
Implementasi pendidikan matematika realistic di Indonesia harus dimulai dengan mengadaptasi RME sesuai dengan karakteristik dan budaya bangsa Indonesia. Pengimplementasian RME dikelas harus didukung oleh sebuah perangkat yang dalam hal ini adalah buku ajar yang sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia. Menurut soeharto (2001, dalam WWW.Depdiknas. Go. Id) bahwa implementasi RME dikelas meliputi tiga fase yaitu:
1. Fase Pengenalan.
Guru memperkenalkan masalah realistic dalam matematika kepada seluruh siswa serta membantu untuk memberi pemahaman (setting) masalah.
2. Fase Eksplorasi
Siswa dianjurkan bekerja secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Pada saat siswa sedang bekerja, siswa mencoba membuat model situasi masalah, berbagi pengalaman atau ide, mendiskusikan pada yang dibentuk saat itu. Guru memberi pengertian sambil berjalan mengelilingi siswa, melakukan pemeriksaan terhadap pekerjaan siswa dan memberi motivasi kepada siswa untuk giat bekerja menyelesaikan masalah matematika.
3. Fase Meringkas
Pada fase meringkas guru dapat mengawali pekerjaan lanjutan setelah siswa meningkatkan kinerja matematika secara evisien dan efektif. Peranan siswa dalam fase ini sangat penting seperti: mengajukan dugaan, pertanyaan, bernegosiasi, alternative-alternatif pemecahan masalah, memberikan alasan, memperbaiki strategi dan dugaan mereka dan membuat ketekaitan.












BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, maka sebagai kesimpulan dapat disampaikan beberapa hal sebagai berikut:
RME merupakan matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Pembelajaran RME menggunakan masalah-masalah realistic sebagai pangkal tolak pembelajaran, dan melalui matematisasi horizontal - vertikal siswa diharapkan mendapatkan pengetahuan matematika formal. Selanjutnya, siswa diberi kesempatan menerapkan konsep – konsep matematika untuk memecahkan masalah sehari – hari atau masalah dalam bidang lain. Dengan kata lain, pembelajarn RME berorientasi pada matematisasi pangalaman sehari-hari. Sehingga siswa belajar dengan bermakna.

B. Saran
Agar dalam proses pembelajaran bisa bermakna, guru harus menggunakan model pembelajaran dan pendekatan yang tepat dan sesuai dengan materi yang disampaikan.
Dan sebelum guru menggunakan model dan pendekatan yang dipilih, guru harus mengetahui dan memahami model dan pendekatan tersebut.









DAFTAR PUSTAKA

Dahlan. 1984. Model-Model Mengajar. Bandung : CV. Diponegoro Bandung.
Pemerintah Kota Semarang. 2004. Buku Paket Matematika SMK Teknologi Industri . Semarang.
Soekamto, Tutik. 1996. Model-model Belajar. Jakarta : Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.

TEACHING TIPS FOR TAS

Teaching Tips for TAs:
10 SUGGESTIONS FOR TEACHING PROBLEM SOLVING
________________________________________
"The worst thing that can happen is to go along through a full hour without any questions. That might mean two things: a very remote possibility that you are extremely clear, but more often than not that you are not clear at all." --Dr. Umran Inan
1. Try beginning each segment of a class by setting up a problem and explaining why it is interesting and important.
2. Rather than asking students to memorize a formula, teach them how to derive the formula and identify its parts.
3. Try the step by step approach to solve problems. Ask small questions along the way so that students can see how the solution is being calculated and can confront similar questions with the same strategy.
4. Encourage students to imagine ways of solving the problem before you begin to work the solution together. This takes advantage of the skills the students already have and encourages them to actively extend their knowledge.
5. When you call on students, try asking them to state a proposed method for solving the problem rather than asking them for the solution to a problem. For example, ask "how should I begin to work on this problem?" instead of "what is the answer to this problem?"
6. Encourage questions from the class and then avoid answering them directly. Make sure everyone hears and understands the question and then start working on an answer as a group.
7. If you maintain a high degree of interaction with the audience throughout the class, they may be more willing to participate and ask questions. The earlier in the class the students are encouraged to talk, the more likely it is that they will contribute for the rest of the class session.
8. Try solving the problem in two different ways. This gives students a sense of how best to approach a problem, and it may prevent mistakes. This technique also holds the students' attention because they will want to see if the answer is the same in both cases.
9. To help the students to learn to formulate problems as well as to find answers to problems, present students with situations or design problems and encourage them to develop questions for themselves. This enables students to see how work is done at higher levels in their discipline.
10. Before moving on to the new concept, try asking students specific questions about a representative problem to test for learning. Students will often avoid responding to general questions such as "Does everyone understand?" A more specific question will help you to determine how well the audience is working with the material.

SILABUS INOVASI PEMBELAJARAN

SILABUS


Fakultas : Ilmu Pendidikan
Program Studi : Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Mata Kuliah : Media Pembelajaran
Kode Mata Kuliah : MKB 1522
Bobot : 2 sks
Semester : 4
Standar Kompetensi : Mahasiswa dapat memahami berbagai hal yang terkait dengan pengembangaan media pembelajaran, dapat membuat dan menggunakannya dalam melaksanakan proses pembelajaran yang efektif di Sekolah Dasar.
Mata Kuliah Prasyarat : Strategi Belajar Mengajar
Deskripsi Mata Kuliah : Hakekat media pembelajaran, jenis dan karakteristik media pembelajaran, pemilihan media, perencanaan media pembelajaran, pembuatan media pembelajaran, penggunaan media pembelajaran, pemanfaatan lingkungan sebagai media pembelajaran SD, pengembangan pusat media di SD

Kompetensi Dasar Pertemuan ke Indikator Kegiatan Pembelajaran Materi Pokok Alokasi Waktu Sumber/Bahan/Alat Penilaian
Mahasiswa dapat memahami hakekat media pembelajaran 1,2 Menjelaskan pengertian media pembelajaran

Menjelaskan fungsi media dalam proses pembelajaran

Menjelaskan peranan media dalam proses pembelajaran Memberikan beberapa contoh media pembelajaran di SD,
Mendeskripsikan fungsi media pembelajaran
Membagi dalam kelompok kelompok kecil untuk menjelaskan peranan media dalam proses pembelajaran Media Pembelajaran dan hakekatnya 4x200 M Direktorat Sekolah Menengah Pertama, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional, 2006. Pedoman Memilih dan Menyusun Bahan Ajar
B. Atwi Suparman, 2005. Desain Instruksional, Jakarta PAU-PPAI Ditjen Dikti Depdiknas
C. Dokumen Kurikulum 2006 Test hasil Belajar
Mahasiswa dapat memahami jenis dan karakteristik media pembelajaran 3,4 Menganalisis karakteristik jenis-jenis media pembelajaran Menjelaskan karakteristik dan jenis media pembelajaran Jenis dan karakteristik media pembelajaran, pemilihan dan penggunaan media pembelajaran 4x 100 m Demonstrasi
Mahasiswa dapat memilih media pembelajaran 5,6 Menjelaskan faktor-faktor dalam pemilihan media pembelajaran
Mendiskusikan dasar pertimbangan pemilihan media dalam proses pembelajaran Dasar pertimbangan pemilihan media, kriteria pemilihan media, prosedur pemilihan media pembelajaran 4x100 m Demonstrasi
7 UTS
Mahasiswa dapat merencanakan dan membuat media pembelajaran 8,9,10,11,12,13,14,15 Menjelaskan langkah-langkah penggunaan media pembelajaran
Menjelaskan langkah-langkah perawatan media pembelajaran
Memberikan contoh pemanfaatan lingkungan sebagai media pembelajaran Presentasi dan diskusi Demonstrasi media Pembelajaran 14x100 m Demonstrasi dan diskusi
16 UAS

Sumber Belajar
Wajib.
1. Hernawan, Asep Herry. 2007. Media Pembelajaran Sekolah Dasar. UPI Press: Bandung.
Penunjang:
1. Arsyad, Azhar. 2007. Media Pembelajaran. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
2. Ismail. 2006. Kapita Selekta Pembelajaran Matematika. UT Press: Jakarta
3. Suherman, Erman. 2003. strategi pembelajaran Matematika kontemporer. UPI Press: Bandung