Senin, Juli 28, 2008

Kreativitas anak cerdas berbakat

"KREATIVITAS BENTUK PENGEMBANGAN ANAK CERDAS, KREATIF DAN GENIUS"




MAKALAH PENDAMPING
"PENGEMBANGAN DIRI DALAM KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DI SD / MI

Museum Ronggo Warsito, 22 Maret 2008










Oleh
Joko Sulianto, S.Pd





FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN
ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PGRI
SEMARANG 2008
Judul Makalah
"Kreativitas Bentuk Pengembangan anak cerdas, kreatif dan Genius"
Latar belakang Masalah
TUGAS orang tua sebetulnya bukanlah mempercepat tumbuh kembang anak, tetapi membantu tumbuh kembang anak.
"INGIN mencetak anak cerdas, kreatif, dan genius? Temukan caranya di sini! Kembangkan bakat kecerdasan anak Anda sejak dini melalui konsep multiple inteligence! Flash card, cara ampuh untuk mengajari anak Anda membaca sejak dini!" Demikian bunyi pesan-pesan sponsor di media yang kerap terdengar. Derasnya informasi seperti ini umumnya memiliki niatan serupa: menjanjikan percepatan tumbuh kembang untuk menjadikan seorang anak menjadi anak berbakat, genius, atau cerdas.
Teori perkembangan dan pembelajaran yang diterapkan serta tren pendidikan di Indonesia pun kini semakin beragam. Sekolah-sekolah plus dan program pendidikan sejak usia dini kian menjamur.
Namun, apakah semua informasi, metode, maupun kurikulum pendidikan yang beragam dan banyak ditawarkan tersebut cocok untuk si anak? Bagaimana kita menyikapi derasnya iming-iming produk percepatan tumbuh kembang, teori, dan tren pendidikan yang ada tersebut?
Akibat maraknya informasi yang menjanjikan paket untuk mencerdaskan anak tersebut, orang tua kerap menjadi "panas". Orang tua merasa khawatir dan panik karena perkembangan anaknya tidak "secepat" perkembangan anak lainnya. Padahal, proses tumbuh kembang adalah proses individual dan bukan merupakan suatu "lomba balap" siapa cepat dia paling super.( Adi D. Adinugroho M.A. 2005. seminar online WRMommies yang ke-4)
Intervensi berlebihan kepada anak dengan membombardir mereka melalui beragam paket tumbuh kembang yang menggiurkan, tanpa disadari malah dapat menjadi tindak penganiayaan fisik dan psikis bagi anak.
B.1 Kesalahan persepsi
Bila dipandang dari pengertian ilmu keberbakatan ilmiah atau scientific, sebetulnya telah terjadi miskonsepsi tentang pengertian keberbakatan (giftedness) di masyarakat. Menurut Julia Van Tiel dalam makalahnya yang berjudul "Pengembangan Keberbakatan Gifted Children," anak berbakat (gifted children) adalah mereka yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh ahli keberbakatan di dunia. Seorang anak berbakat haruslah memiliki inteligensia yang tinggi di atas rata-rata (IQ > 130), kreativitas yang tinggi, motivasi, serta komitmen kerja yang tinggi.
Faktor inteligensia adalah faktor yang stabil, sulit dipengaruhi dari luar karena merupakan faktor bawaan (genetik). Sementara, kreativitas dan motivasi merupakan faktor yang dapat dipengaruhi dari luar (lingkungan). Jadi, slogan yang mengatakan "semua anak pada dasarnya cerdas atau berbakat" adalah sangat keliru, karena jauh dari berbagai temuan ilmiah tentang tumbuh kembang anak.
Selain itu, teori perkembangan dan pembelajaran yang masih kontradiktif seperti teori multiple inteligence (MI) milik Howard Gardner, juga banyak dijadikan landasan pegangan sekolah-sekolah maupun panduan tumbuh kembang anak di Indonesia. Padahal, para akademisi pendidikan di dunia internasional telah menyatakan bahwa teori MI ini masih belum bisa dibuktikan pengukuran dan pembuktian empirisnya (pseudoscience). Yang dijelaskan oleh Gardner hanyalah kedelapan intelligence (keping-keping intelektual) miliknya tersebut. Sejauh ini belum ada sistematika dan acuan aplikasi teori MI. Begitu pula dengan alat pengukur keping-keping intelektual yang dijabarkan dalam MI. Parameter pengukur kemajuan kepingan intelektual tersebut dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan anak secara menyeluruh serta dampaknya terhadap intelektual-intelektual lainnya pun belum ada.



Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis mencoba menyajikan paparan tentang kreativitas sebagai upaya pemngembangan anak cerdas, kreatif dan genius?


Landasan teori
D.1. Pengertian Kurikulum

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional.Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada SI dan SKL serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Selain dari itu, penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005.Panduan yang disusun BSNP terdiri atas dua bagian. Pertama, Panduan Umum yang memuat ketentuan umum pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan pada satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang terdapat dalam SI dan SKL.Termasuk dalam ketentuan umum adalah penjabaran amanat dalam UU 20/2003 dan ketentuan PP 19/2005 serta prinsip dan langkah yang harus diacu dalam pengembangan KTSP. Kedua, model KTSP sebagai salah satu contoh hasil akhir pengembangan KTSP dengan mengacu pada SI dan SKL dengan berpedoman pada Panduan Umum yang dikembangkan BSNP. Sebagai model KTSP, tentu tidak dapat mengakomodasi Kebutuhan seluruh daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan hendaknya digunakan sebagai referensi.

D.2. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Pengembangan KTSP mengacu pada SI dan SKL dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah. Penyusunan KTSP untuk pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada SI dan SKL serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP . KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:(1). Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.(2)Beragam dan terpadu,(3). Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, (4) Relevan dengan kebutuhan kehidupan, (5). Menyeluruh dan berkesinambungan, (6). Belajar Sepanjang Hayat, (7). Seimbang antara kepentingan Nasional dan kepentingan daerah
D.3.Kegiatan pengembangan diri
Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik.
D.4. Pengembangan Kreativitas
Kreativitas adalah produk dari proses berpikir kreatif. Dulu banyak orang yang berasumsi bahwa kreativitas hanyalah milik para seniman dan segelintir orang. Namun kenyataan pada hari ini, setiap orang bisa menciptakan hal-hal baru yang mungkin belum pernah terpikirkan oleh siapa pun. Jadi sebenarnya, setiap manusia memiliki potensi kreatif yang tak terhingga asalkan mereka melakukan proses berpikir kreatif. Cara-cara berpikir kreatif banyak dikaji oleh para pakar psikologi terapan. Namun setidaknya, cara berpikir kreatif itu memiliki lima tahap, yaitu:1.Tahap PersiapanPada tahap ini pikiran kita berupaya mendefinisikan masalah, tujuan dan tantangan yang kita hadapi.2.Tahap InkubasiPada tahap ini pikiran kita sedang mencerna fakta-fakta dan mengolahnya dalam pikiran.3.Tahap IluminasiPada tahap ini pikiran kita mulai memunculkan gagasan-gagasan yang ingin segera dikeluarkan.4.Tahapan VerifikasiPada tahap ini pikiran kita memastikan apakah gagasan yang telah bermunculan benar-benar akan memecahkan masalah kita.5.Tahap Aplikasi Pada tahap ini kita mencoba untuk menjalankan gagasan-gagasan kita.
Pembahasan
sistem pendidikan dapat dikatakan bermutu, jika proses belajar-mengajar berlangsung secara menarik dan menantang sehingga peserta didik dapat belajar sebanyak mungkin melalui proses belajar yang berkelanjutan. Proses pendidikan yang bermutu akan membuahkan hasil pendidikan yang bermutu dan relevan dengan pembangunan. Untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu dan efisien perlu disusun dan dilaksanakan program-program pendidikan yang mampu membelajarkan peserta didik secara berkelanjutan, karena dengan kualitas pendidikan yang optimal, diharapkan akan dicapai keunggulan sumber daya manusia yang dapat menguasai pengetahuan, keterampilan dan keahlian sesuai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang berkualitas diperlukan manajemen pendidikan yang dapat memobilisasi segala sumber daya pendidikan. Manajemen pendidikan itu terkait dengan manajemen peserta didik yang isinya merupakan pengelolaan dan juga pelaksanaannya. Fakta-fakta dilapangan ditemukan sistem pengelolaan anak didik masih menggunakan cara-cara konvensional dan lebih menekankan pengembangan kecerdasan dalam arti yang sempit dan kurang memberi perhatian kepada pengembangan bakat kreatif peserta didik. Padahal Kreativitas disamping bermanfaat untuk pengembangan diri anak didik juga merupakan kebutuhan akan perwujudan diri sebagai salah satu kebutuhan paling tinggi bagi manusia. Kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang kekurangan, menilai dan meguji dugaan atau hipotesis, kemudian mengubahnya dan mengujinya lagi sampai pada akhirnya menyampaikan hasilnya. Dengan adanya kreativitas yang diimplementasiakan dalam sistem pembelajaran, peserta didik nantinya diharapkan dapat menemukan ide-ide yang berbeda dalam memecahkan masalah yang dihadapi sehingga ide-ide kaya yang progresif dan divergen pada nantinya dapat bersaing dalam kompetisi global yang selaluberubah. Perkembangan anak didik yang baik adalah perubahan kualitas yang seimbang baik fisik maupun mental. Tidak ada satu aspek perkembangan dalam diri anak didik yang dinilai lebih penting dari yang lainnya.
Penyelenggaraan pendidikan saat ini harus diupayakan untuk memberikan pelayanan khusus kepada peserta didik yang mempunyai kreativitas dan juga keberbakatan yang berbeda agar tujuan pendidikan dapat diarahkan menjadi lebih baik. Muhibbin Syah menjelaskan bahwa akar kata dari pendidikan adalah "didik" atau "mendidik" yang secara harfiah diartikan memelihara dan memberi latihan. Sedangkan "pendidikan", merupakan tahapan-tahapan kegiatan mengubah sikap dan perilaku seseorang atau sekelompok orang melalui upaya pelatihan dan pengajaran. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan tidak dapat lepas dari pengajaran. Kegiatan dari pengajaran ini melibatkan peserta didik sebagai penerima bahan ajar dengan maksud akhir dari semua hal ini sesuai yang diamanatkan dalam undang-undang no. 20 tentang sisdiknas tahun 2003; agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam pendidikan, peserta didik merupakan titik fokus yang strategis karena kepadanyalah bahan ajar melalui sebuah proses pengajaran diberikan. Sebagai seorang manusia menjadi sebuah aksioma bahwa peserta didik mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing, mereka unik dengan seluruh potensi dan kapasitas yang ada pada diri mereka dan keunikan ini tidak dapat diseragamkan dengan satu aturan yang sama antara peserta didik yang satu dengan peserta didik yang lain, para pendidik dan lembaga sekolah harus menghargai perbedaan yang ada pada diri mereka. Keunikan yang terjadi pada peserta didik memang menimbulkan satu permasalahan tersendiri yang harus diketahui dan dipecahkan sehingga pengelolaan murid (peserta didik) dalam satu kerangka kerja yang terpadu mutlak diperhatikan, terutama pertimbangan pada pengembangan kreativitas, hal ini harus menjadi titik perhatian karena sistem pendidikan memang masih diakui lebih menekankan pengembangan kecerdasan dalam arti yang sempit dan kurang memberikan perhatian kepada pengembangan kreatif peserta didik. Hal ini terjadi dari konsep kreativitas yang masih kurang dipahami secara holistic, juga filsafat pendidikan yang sejak zaman penjajahan bermazhabkan azas tunggal seragam dan berorientasi pada kepentingan-kepentingan, sehingga pada akhirnya berdampak pada cara mengasuh, mendidik dan mengelola pembelajaran peserta didik. Kebutuhan akan kreativitas tampak dan dirasakan pada semua kegiatan manusia. Perkembangan akhir dari kreativitas akan terkait dengan empat aspek, yaitu: aspek pribadi, pendorong, proses dan produk. Kreativitas akan muncul dari interaksi yang unik dengan lingkungannya.Kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang kekurangan (masalah) ini, menilai dan mengujinya. Proses kreativitas dalam perwujudannya memerlukan dorongan (motivasi intristik) maupun dorongan eksternal. Motivasi intrinstik ini adalah intelegensi, memang secara historis kretivitas dan keberbakatan diartikan sebagai mempunyai intelegensi yang tinggi, dan tes intellejensi tradisional merupakan ciri utama untuk mengidentifikasikan anak berbakat intelektual tetapi pada akhirnya hal inipun menjadi masalah karena apabila kreativitas dan keberbakatan dilihat dari perspektif intelejensi berbagai talenta khusus yang ada pada peserta didik kurang diperhatikan yang akhirnya melestarikan dan mengembang biakkan Pendidikan tradisional konvensional yang berorientasi dan sangat menghargai kecerdasan linguistik dan logika matematik. Padahal, Teori psikologi pendidikan terbaru yang menghasilkan revolusi paradigma pemikiran tentang konsep kecerdasan diajukan oleh Prof. Gardner yang mengidentifikasikan bahwa dalam diri setiap anak apabila dirinya terlahir dengan otak yang normal dalam arti tidak ada kerusakan pada susunan syarafnya, maka setidaknya terdapat delapan macam kecerdasan yang dimiliki oleh mereka. Salah satu cara dalam memecahkan masalah ini adalah pengelolaan pelayanan khusus bagi anak-anak yang punya bakat dan kreativitas yang tinggi, hal ini memang telah diamanatkan pemerintah dalam undang-undang No.20 tentang sistem pendidikan nasional 2003, perundangan itu berbunyi " warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperolehpendidikankhusus". Pengertian dari pendidikan khusus disini merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan-pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Pada akhirnya memang diperlukan adanya suatu usaha rasional dalam mengatur persoalan-persoalan yang timbul dari peserta didik karena itu adanya suatu manajemen peserta didik merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Siswa berbakat di dalam kelas mungkin sudah menguasai materi pokok bahasan sebelum diberikan. Mereka memiliki kemampuan untuk belajar keterampilan dan konsep pembelajaran yang lebih maju. Untuk menunjang kemajuan peserta didik diperlukan modifikasi kurikulum. Kurikulum secara umum mencakup semua pengalaman yang diperoleh peserta didik di sekolah, di rumah, dan di dalam masyarakat dan yang membantunya mewujudkan potensi-potensi dirinya. Jika kurikulum umum bertujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan pendidikan pada umumnya, maka saat ini haruslah diupayakan penyelenggaraan kurikulum yang berdiferensi untuk memberikan pelayanan terhadap perbedaan dalam minat dan kemampuan peserta didik. Dalam melakukan kurikulum yang berbeda terhadap peserta didik yang mempunyai potensi keberbakatan yang tinggi, guru dapat merencanakan dan menyiapkan materi yang lebih kompleks, menyiapkan bahan ajar yang berbeda, atau mencari penempatan alternatif bagi siswa. Sehingga setiap peserta didik dapat belajar menurut kecepatannya sendiri. Dalam paradigma berpikir masyarakat Indonesia tentang kreativitas, cukup banyak orangtua dan guru yang mempunyai pandangan bahwa kreativitas itu memerlukan iklim keterbukaan dan kebebasan, sehingga menimbulkan konflik dalam pembelajaran atau pengelolaan pendidikan, karena bertentangan dengan disiplin. Cara pandang ini sangatlah tidak tepat. Kreativitas justru menuntut disiplin agar dapat diwujudkan menjadi produk yang nyata dan bermakna. Displin disini terdiri dari disiplin dalam suatu bidang ilmu tertentu karena bagaimanapun kreativitas seseorang selalu terkait dengan bidang atau domain tertentu, dan kreativitas juga menuntut sikap disiplin internal untuk tidak hanya mempunyai gagasan tetapi juga dapat sampai pada tahap mengembangkan dan memperinci suatu gagasan atau tanggungjawab sampaituntas. Masa depan membutuhkan generasi yang memiliki kemampuan menghadapi tantangan dan perubahan yang terjadi dalam era yang semakin mengglobal. Tetapi penyelenggaraan pendidikan di Indonesia saat ini belum mempersiapkan para peserta didik dengan kemampuan berpikir dan sikap kreatif yang sangat menentukan keberhasilan mereka dalam memecahkan masalah. Kebutuhan akan kreativitas dalam penyelenggaraan pendidikan dewasa ini dirasakan merupakan kebutuhan setiap peserta didik. Dalam masa pembangunan dan era yang semakin mengglobal dan penuh persaingan ini setiap individu dituntut untuk mempersiapkan mentalnya agar mampu menghadapi tantangan-tantangan masa depan. Oleh karena itu, pengembangan potensi kreatif yang pada dasarnya ada pada setiap manusia terlebih pada mereka yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa perlu dimulai sejak usia dini, Baik itu untuk perwujudan diri secara pribadi maupun untuk kelangsungan kemajuan bangsa. Dalam pengembangan bakat dan kreativitas haruslah bertolak dari karakteristik keberbakatan dan juga kreativitas yang perlu dioptimalkan pada peserta didik yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Motivasi internal ditumbuhkan dengan memperhatikan bakat dan kreativitas individu serta menciptakan iklim yang menjamin kebebasan psikologis untuk ungkapan kreatif peserta didik di lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat. Merupakan suatu tantangan bagi penyelenggaraan pendidikan di Indonesia untuk dapat membina serta mengembangkan secara optimal bakat, minat, dan kemampuan setiap peserta didik sehingga dapat mewujudkan potensi diri sepenuhnya agar nantinya dapat memberikan sumbangan yang bermakna bagi pembangunan masyarakat dan negara. Teknik kreatif ataupun taksonomi belajar pada saat ini haruslah berfokus pada pengembangan bakat dan kreativitas yang diterapkan secara terpadu dan berkesinambungan pada semua mata pelajaran sesuai dengan konsep kurikulum berdiferensi untuk siswa berbakat. Dengan demikian diharapkan nantinya akan dihasilkan produk-produk dari kreativitas itu sendiri dalam bidang sains, teknologi, olahraga, seni dan budaya.

SUMBER BACAAN :

Adi D. Adinugroho M.A. 2005. seminar online WRMommies yang ke-4 dengan tema "Peranan Orang tua dan Praktisi dalam Membantu Tumbuh Kembang Anak Berbakat Melalui Pemahaman Teori & Trend Pendidikan" pertengahan November 2005.

BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah : Jakarta.

Jonshon, Elaine B. 2002. Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna.Penerbit. Mizan : Bandung
Munandar, Utami.1999. Kreativitas dan Keberbakatan; Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. PT. Gramedia Pusataka Utama : Jakarta
Rowe, Alan J. 2004. Creative Intelligence: Membangkitkan Potensi Inovasi dalam Diri dan Organisasi Anda. Bandung: Penerbit Kaifa.

Tilaar.1992. Manajemen Pendidikan nasional ; Kajian Pendidikan Masa Depan, PT.Remaja Rosdakarya, Bandung :

Tidak ada komentar: