Jumat, Februari 27, 2009

THE PSYCHOLOGY OF ADVANCED MATHEMATICAL THINKING

Advanced Mathemathical Thinking
Oleh: Joko Sulianto

A. Pendahuluan
Pelajaran itu termasuk dua mata pelajaran, Psikologi dan matematika. Dan akan membutuhkan seorang ahli Psikologi dan ahli matematika untuk mempelajari secara cukup, mata pelajaran itu telah di teliti oleh ahli matematika dan juga oleh ahli psikologi disisi yang lain.
Orang yang menerangkan dua mata pelajaran itu mungkin melihat pelajaran itu dari segi yang berbeda-ahli psikologi menyampaikan teori ilmu kejiwaan yaitu tentang proses berfikir yang lebih komplek dibidang pengetahuan-ahli matematika memberikan wawasan tentang proses berfikir kreatif. Mungkin dengan harapan untuk peningkatan kwalitas didalam mengajar dan dalam penelitian. Walaupun kita akan menganggap keuntungan dasar berfikir secara matimatika dari segi pandang seorang ahli psikologi, tujuan utama kita yaitu untuk mencari nilai wawasan dari ahli matematika profesinya sebagai peneliti dan guru.
Kita memulai dengan melihat pada pertimbangan psikologi yang akan menempatkan pondasi dibagian ide pengenalan tidak hanya pada bab sisa. Tetapi didalam buku secara keseluruhan. Kita kemudian memfokuskan perhatian kita secara penuh pada kegiatan berfikir secara matematika yang memberikan keuntungan. Dari tindakan yang kretif dalam mempertimbangkan sebuah kontek masalah didalam penelitian mate-matika yang menciptakan formulasi kreatif dari terkaan dan pada taraf yang terakhir yaitu kemurnian dan bukti. Kita berpendapat bahwa banyak dari kegiatan-kegiatan yang terjadi dalam lingkaran ini juga terjadi di tingkat penyelesaian masalah matematika tingkat dasar, tetapi kemungkinan dari difinisi formal dan pengambilan kesimpulan adalah salah satu faktor yang membedakan keuntungan berfikir sacara mate-matika. Kita juga akan menemukan bahwa mengajar matematika kepada para mahasiswa sering menampilkan bentuk akhir dari teori penarikan kesimpulan yang memungkinkan murid untuk dapat serpartisipasi secara penuh. Menurut pendapat skemp {1971}, pendekatan baru terhadap pengajaran mahasiswa cinderung pada pemberian murid-murid pemikiran hasil dari penghitungan matematika dari pada proses penghitungan mate-matika.
Mungkin tidak hanya metode terbaru dalam penyajian keuntungan pengetahuan matematika yang gagal untuk memberikan kekuatan penuh dalam hal berfikir secara matematika, ini juga mempunyai kekurangan yang serius : a. sebuah penjelasan secara logika mungkin tidak cocok untuk perkembangan kognitif mahasiswa / pelajar sesungguhnya banyak teori empiris yang dilaporkan pada bab selanjutnya / berikutnya pada sebuah buku yang mengungkapkan halangan-halangan kognitif yang membangkitkan perjuangan murid-murid untuk menemukan ide-ide yang menantang susunan kemampuan mereka. Untungnya, kita juga dapat melaporkan bukti empiris yang tepat dalam belajar dan dalam memberikan instruksi untuk membantu murid-murid aktif yang dapat membuktikan kesuksesan yang luar biasa.

B. PERTIMBANGAN KOGNITIF

Kita mulai dengan melihat, tidak pada logika dan bukti-bukti umum lainya dari berfikir dari mate-matika yang ditemukan dalam penelitian artikel dan buku bacaan, tetapi pada hal dimana hubungan koherensi ini dibangun dalam penelitian matematika dan pengertian-pengertian bagaimana pemikiran ini dapat di implimentasikan dalam pengajaran dan pembelajaran.

1.1 Defferent Kinds Of Mathematical Mind

Pada dekade pertama di abad ini, ahli mate-matika Hendri Poincare menyatakan:
Ini tidak mungkin untuk belajar pekerjaan dari ahli matematika yang besar, atau bahkan yang kurang terkenal tanpa melihat dan membedakan dua kecendrungan yang berlawanan , atau dari jenis-jenis pikiran yang ya berbeda. Salah satu jenis yaitu dengan logika, untuk membaca pekerjaan mereka,salah satunmenarik untuk mempercayai bahwa mereka kemajuan hanya tahap demi tahap, setelah cara dari Sebastian de Vauban yang mendorong untuk perlindung dari kepungan,yang tidak meninggalkan kesempatan.
Jenis yang lain yaitu bimbingan oleh instuisi dan yang pertama menghitung cepat tetapi kadang – kadang sangat sulit, seperti pasukan pemberani dari penjaga yang pemberani.
Dia mendukung pendapatnya dengan membedakan pekerjaan yang berbeda-beda dari ahli matematika, termasuk analisa terkenal dari Jerman, Weierstrass dan Reiman, menghubungkannya dengan pekerjaan murid-murid.
Weierstrass membuat segala sesuatu kembali ke pertimbangan yang berangkaian dan transformasi / perubahan analitik mereka. Untuk mengekspresikannya menjadi lebih baik, dia mengurangi analisis pengurangan aritmatika, kamu mungkin membuka semua bukunya tanpa menemukan sebuah bilangan, sebaliknya Reiman, menyebut geometri sebagai penolongnya, setiap gambarannya adalah gambar yang setiap orang tidak dapat lupakan, ketika dia sudah menemukan arti dari gambar-gambar itu.
Diantara murid-murid kita , kita melihat perbedaan yang sama, beberapa lebih suka memecahkan masalah mereka dengan menganalisa sedang murid yang lain dengan geometri pertama tidak dapat melihat tempat, sedang yang lain cepat lelah karena menghitung lama dan menjadi kebingungan.
Tentu saja, tidak hanya ada 2 jenis yang berbeda dari pikiran matematika tetapi banyak kroneker setuju dengan Weierstrass bahwa logika trbuktiyang paling penting dan melebihi intuitif, tetapi dasar kepercayaan mereka didalam konsep matematika sangatlah berbeda. Weierstrass menyatakan bahwa sebuah jumlah irasional mempunyai keberadaan yang nyata daripada konsep yang lainnya. Tetapi Kronecker tidak dapat menerima jumlah yang tak berakhir dari jumlah yang nyata. Menyatakan bahwa Tuhan memberi kita bilangan bulat, selebihnya adalah pekerjaan manusia. Berdasarkan pada dugaan Weierstrass pada hasil jumlah nyata yang tak terhitung hasil jumlah akhirnya.
Banyak pendapat tentang pondasi matematika membuat perkembangan di beberapa untaian yang berbeda dari pilosopi matematika pada awal abad 20han. Pandangan dari ahli instuisi yang ditampilkan oleh Kronecker menyatakan bahwa konsep matematika hanya ada ketika susunan mereka di demonstrasikan dari bilangan bulat, pandangan penyusun Hilbert menegaskan bahwa matematika adalah manipulasi arti dari tanda-tanda yang tidak mempunyai pandangan, menyatakan bahwa matematika terdiri dari deduksi/pengambilan kesimpulan dengan menggunakan logika.
Praktek dari ahli matematika cenderung memberi jarak untuk diri mereka dari pendapat yang hanya diketahui oleh orang-orang tertentu saja dan mudah memahami pekerjaan mereka dan pembuktian dalil, dengan demikian di abad ke-20 sudah melihat kematian dari pandangan Kroneker dan keberhasilan dari sebuah percampuran pragmatic dari formalisme dan logika. Ia sudah melihat kreasi dari jumlah yang besar dari sistem format berdasarkan pada pengambilan keputusan dengan logika dari definisi yang format dan aksioma – sebuah pendekatan yang hidup berupa makhluk hidup bertiup oleh dalil Godel yang tidak lengkap. Sehingga beberapa sistem aksiomasi termasuk bilangan bulat harus berisi pernyataan yang benar yang tidak dapat dibuktikan dengan sebuah urutan terbatas dari langkah-langkah didalam sistem.
Buku pelajaran oleh Rishop(1967) pada pembuatan analisa yang mendesak pada algoritma pembuatan bukti dan menolak bukti dengan pembantahan sendiri – nampak tetapi sebuah keganjilan yang terisolasi di dalam dinamika mengalir pada abad ke-20 tentang kreatifitas matematika. Namun perkenalan terkini dari teknologi komputer mungkin belum melihat sebuah kebangunan kembali dalam pembangunan karena cara dari komputer tersebut dalam memanipulasi data komputer telah mempengaruhi matematika yang tak dapat dielakkan. Seperti perkembangan jalan kereta api yang mempengaruhi aturan-aturan di dalam perkembangan tanah. Dengan komputer ini memungkinkan untuk melakukan tes hipotesa dan mengumpulkan data dengan mudah yang dulunya hanya dapat diperoleh hanya dengan melalui teknik yang rumit ini tidak hanya mempengaruhi jenis pertanyaan para ahli matematika kerjakan. Tetapi juga cara yang mereka fikirkan ahli matematika harus bertanya contoh yang mana dapat diujikan di sebuah komputer, sebuah pertanyaan yang dipaksa untuk mempertimbangkan algoritma yang kongkrit dan mencoba untuk membuatnya efisien. Karena hal ini dan karena algoritma mempunyai aplikasi kehidupan yang nyata dari kepentingan yang dapat dipertimbangkan, perkembangan dari algoritama telah menjadi sebuah topik yang dihargai pada haknya sendiri. (Edwards,1987)
Alasan mengangkat perbedaan-perbedaan ini di dalam persepsi/ pandangan ahli matematika adalah untuk meninggikan kesadaran dari si pembaca tentang bagian mereka sendiri dalam pengayaan hidup, dengan sebuah pandangan pribadi dari matematika yang akan membedakan dalam banyak cara dari gambaran orang lain. Ini mungkin muncul sebagai sebuah kejutan ketika baru menyadari bahwa orang lain mempunyai perbedaan pendapat yang radikal. Ini terjadi pada Author ketika menggunakan gambar untuk membantu murid-murid membayangkan ide-ide didalam analisa matematika, pada waktu ketika dia tidak bertanya kepercayaan yang implisit bahwa pendekatan seperti itu adalah sah diseluruh dunia. Whilst menulis sebuah buku pelajaran pada analisa yang komplek, sebuah perguruan tinggi di ruang sebelah digunakan pada perusahaan yang sama, pada buku yang terakhir hampir tidak mempunyai gambar sama sekali. Dia hanya menyertakan sebuah ilustrasi diagram juga pendapat dari sebuah jumlah yang komplek setelah melalui penelitian yang sangat besar. Baginya angka yang nyata adalah sebuah elemen dari sebuah bahan yang lengkap dan angka yang komplek adalah pasangan dari angka-angka yang nyata. Pendapat dari sebuah angka komplek (xy) ditegaskan sebagai angka yang nyata seperti:
x y
Cos () = , sin (  ) = _________
 x 2  x 2 + y2


Ketika sin dan cos didefinisikan / ditegaskan dengan serangkaian angka nyata. Teori tidak memerlukan arti geometri. Dia mengambil cara sulit ini untuk menyakinkan bahwa pendapatnya adalah hasil dari pengambilan kesimpulan secara logika dan tidak tergantung pada instuisi geometri. Pada saat itu Author bersimpati pada pandangan philosopi ini, tetapi menganggapnya terlalu sulit untuk murid-murid. Itu adalah beberapa pertimbangan waktu sehingga tidak semua murid membagi padangan geometri, tidak seorangpun mendapatkan kekuasaan di seluruh dunia.

1.2. Meta – Theoretical Considerations

Matematika adalah sebuah pembagian kebudayaan dan ada aspek-aspek yang bergantung pada konsep. Contohnya : sebuah pandangan analisa dari perbedaan yang mungkin sangat berbeda dari penerapan matematika dan masing-masing individu mungkin mempunyai sifat-sifat yang berbeda dari konsep yang bergantung pada konsep apakah ini dipertimbangkan di sebuah analisa atau penerapan kontek. Kita akan melihat (bab11) bahwa sifat-sifat seperti itu dapat menyebabkan konflik bagi murid-murid juga.
Pada tingkat psikologi yang jauh lebih dalam, kita semua mempunyai cara yang hampir berbeda dalam memandang konsep matematika yang diberikan, bergantung pada pengalaman kita sebelumnya. Sebagai contoh, “kelengkapan aksioma” untuk angka-angka sebenarnya dipandang oleh beberapa orang sebagai “mengisi semua celah diantara angka-angka rasional untuk memberi semua titik pada barisan angka”. Pandangan seperti itu mungkin menyatakan bahwa “tidak ada ruangan” yang cocok untuk angka-angka yang lain lagi : barisan angka itu sekarang “lengkap”. Barisan angka yang “sebenarnya” itu, secara khusus tidak dapat mengandung “angka-angka yang sangat kecil” yang lebih kecil dari rasional positif yang lain, namun bukan nol. Tetapi, untuk lainnya “penyelesaian” hanya sebuah aksioma teknis untuk membatasi titik batas dari rentetan angka-angka rasional. Dalam hal ini sangatlah mungkin untuk melekatkan angka – angka sebenarnya dalam sejumlah besar varietas yang termasuk halangan yang sangat kecil dn bilangan tidak terbatas. Pandangan inilah yang memimpin kepada teori bilangan sangat kecil yang modern dari “analisis non-standar”. Namun ide yang terakhir itu dianggap jijik oleh banyak ahli matematika, termasuk Cantor, yang menyangkal keberadan bilangan yang sangat kecil dengan dasar bahwa tidaklah mungkin menghitung timbal balik sebuah angka yang tidak terbatas dalam teori tak terbatas utamanya. Bahkan sekarang banyak ahli matematika direpotkan oleh ide-ide bilangan sangat kecil dari analisis non-standar ; mereka tidak mungkin menyangkal logikanya, tetapi mereka merumuskan psikologi mendalam tanpa mengurangi validitas.

Jadi teori psikologi pemikiran matematis apapun harus dilihat dalam konteks yang lebih luas dari penghitungan manusia dan aktivitas budaya. Tidak ada satupun yang benar, cara yang mutlak dari pemikiran tentang matematika, tetapi bermacam-macam cara berpikir yang dikembangkan secara budaya yang mana berbagai aspek itu relatif pada konteks.

1.3 KONSEP GAMBAR DAN KONSEP DEFINISI
(Concept Image and concept Definition)

Dalam tall dan vinner (1981), perbedaan dibuat antara cara individu memikirkan sebuah konsep dan definisi formalnya, jadi membedakan antara matematika sebagai sebuah aktifitas penghitungan dan matematika sebagai sebuah sistem formal. Teori ini diterapkan untuk ahli matematika seperti halnya siswa berkembang.
Otak manusia bukanlah sebuah kesatuan logika yang murni. Cara kompleks dimana hal itu berfungsi sering berbeda dengan logika matematika. Hal ini tidak selalu logika murni yang memberi kita pengetahuan, tidak juga kesempatan yang membuat kita melakukan kesalahan. Kita seharusnya menggunakan istilah konsep gambar untuk mendeskripsikan total struktur kognitif. Yang diasosiasikan dengan konsep itu, yang termasuk semua gambaran penghitungan dan sifat luar biasa dan proses. Konsep itu dibentuk selama bertahun-tahun melalui semua jenis-jenis pengalaman, berubah ketika individu bertemu rangsangan baru dan kedewasaan. Saat konsep gambar berkembang itu tidak perlu masuk akal. Setiap saat otak tidak bekerja dengan cara itu. Input pancaindra merangsang jalannya saraf tertentu dan menghambat yang lain. Dengan cara ini, rangsangan yang berbeda dapat mengaktifkan bagian yang berbeda dari konsep gambar, menyeimbangkan mereka dalam suatu cara yang tidak perlu membuat sebuah keseluruhan yang masuk akal.

Dengan cara ini, ada kemungkinan untuk pandangan-pandangan yang bertentangan untuk diadakan dalam pikiran dari suatu individu yang diberi dan untuk ditimbulkan dalam waktu yang berbeda tanpa individu itu menjadi sadar akan konflik sampai pandangan-pandangan itu ditimbulkan secara serentak. Ahli matematika yang dewasa tidak bebas dari konflik-konflik internal, tapi dia telah dapat menghubungkan bersama sejumlah besar pengetahuan ke dalam rangkaian-rangkaian argumen dedukatif. Untuk seseorang seperti itu nampaknya jauh lebih mudah untuk mengkategorikan pengetahuan ini kedalam suatu cara terstruktur yang logis. Jadi seorang ahli matematika boleh mepertimbangkan hal itu berguna untuk memberi bahan untuk siswa dengan sebuah cara menyoroti kelogisan subyek itu. Namun, seorang siswa tanpa pengalaman dari guru mungkin menemukan pendekatanformal itu awalnya sulit, sebuah fenomena yang mungkin dipandang oleh guru seperti kekurangan pengalaman atau kepandaian di pihak siswa. Hal ini adalah sudut pandang ynag menyenangkan untuk diambil khususnya ketika guru adalah bagian dari masyarakat matematis yang membagikan pengertian ilmu pasti. Tetapi hal itu belum realistis dalam konteks yang lebih luas dari kebutuhan-kebutuhan siswa. Hal yang perlu untuk mereka adalah pendekatan untuk pengetahuan matematika yang berkembang ketika mereka berkembang. Sebuah pendekatan kognitif yang mengambil bagian dari perkembangan pola pengetahuan dan proses berpikir mereka. Untuk menjadi ahli matematika yang dewasa pada tingkatan yang tinggi, mereka akhirnya harus memperoleh wawasan tentang jalan dari ahli-ahli matematika tingkat tinggi, tetapi dalam perjalanan mereka mungkin manemukan sebuah alur cerita yang mungkin membutuhkan peralihan yang menjadi asas dalam proses pemikiran mereka.

1.4 PERKEMBANGAN KOGNITIF
( Cognitive Development)
Ada banyak persaingan teori dalam psikologi. Teori tingkah laku yang dibentuk atas pengamatan dari luar atas dorongan dan respon, menolak untuk memikirkan tentang pekerjaan di dalam pikiran. Teori ini menyediakan bukti yang dapat diamati dan diulang-ulang tentang tingkah laku binatang-binatang, termasuk manusia dibawah dorongan yang berulang-ulang. Tetapi teori ini mempunyai aplikasi yang terbatas pada pemikiran matematis diluar mekanika algoritma rutin. Psikologi yang membangun, di lain pihak mencoba untuk mendiskusikan bagaimana ide-ide penghitungan diciptakan didalam pikiran masing-masing individu. Hal ini mungkin merupakan sebuah masalah dialektika untuk ahli matematika dengan ajaran plato dibidang matematika yang ada secara bebas dari pikiran manusia, tetapi hal itu ternyata untuk memberi wawasan yang berarti dalam proses kreatif dari ahli matematika yang meneliti. Sama baiknya dengan kasulitan-kesulitan yang dialami oleh siswa-siswi matematika.

Psikologi Swiss terkemuka, Piaget, melihat individu perlu berada dalam keseimbangan dinamis dengan lingkungannya sebagai sebuah inti yang mendasari pekerjaanya. Keseimbangan ini dapat terganggu melalui konfrontasi dengan pengetahuan baru yang bertentangan dengan yang lama, dan sehingga sebuah periode peralihan mungkin terjadi yang mana struktur pengetahuan itu dibentuk ulang untuk memberikan level keseimbangan yang lebih dewasa.
Piaget melihat anak tumbuh menjadi dewasa melalui serangkaian tingkat-tingkat keseimbangan, masing-masing lebih kaya dari sebelumnya. Dia mengidentifikasikan 4 tingkat utama. Yang pertama adalah tingkat “sensor motorik” sebelum perkembangan kemampuan berbicara yang penuh dengan arti, diikuti oleh tingkat pra-operasional ketika anak muda itu menyadari ketetapan objek-objek, yang terus ada bahkan jika mereka untuk sementara diluar pengelihatan. Anak itu kemudian berjalan melalui sebuah peralihan menjadi periode “operasi konkrit” dimana dia dapat dengan tajam mempertimbangkan konsep-konsep yang dihubungkan dengan objek-objek fisik, kemudian melewati periode “operasi formal” pada awal remaja ketika jenis hipotesis “jika-kemudian” menjadi mungkin.
Teori tingkatan Piaget telah diperluas sampai tingkatan-tingkatan yang lebih tinggi untuk mancakup perkembangan pemikir matematis. Sebagai contoh, Ellerton(1985) menyarankan bahwa lingkaran Piaget dari sensor motorik, pra operasional dan konkrit adalah tahap pertama sebuah perkembangan kognitif spiral yang mana tingkat formal adalah awal lingkaran lain dari tipe yang sama pada sebuah tahap pemisahan yang lebih tinggi. Biggs dan Collis (1982) menyarankan pengulangan operasi formal berturut-turut pada level-level lebih tinggi, masing-masing mengulang lingkaran pengetahuan: struktur tunggal, struktur jamak, hubungan.
Kesulitan penerapan teori itu ke perguruan tinggi yang mengajarkan matematika adalah bahwa banyak/ mungkin paling banyak mahasiswa tidak dapat melakukan tahap abstrak dari operasi formal, yang Piaget laporkan terjadi pada anak-anak selama awal remaja mereka. Ausubel mengkritik teori tingkatan itu:
-karena seperti persentase tinggi dari murid-murid sekolah dan perguruan tinggi Amerika gagal untuk mencapai tahap abstrak dari operasi logis kognitif. (Ausubel et al 1968. p.230)
Papert (1980) menegaskan: Teori tingkatan Piaget pada dasarnya kolot, hampir reaksioner dalam menekankan apa yang anak-anak tidak dapat lakukan. Saya berusaha keras untuk menemukan Piaget yang lebih revolusioner, seseorang yang ide-ide filosofi pengetahuannya mungkin memperlebar batas yang diketahui dari pikiran manusia.
Kemajuan matematika memperlengkapi kita dengan metafora berguna yang memperluas pandangan teori tingkatan menjadi sebuah teori yang lebih berharga dalam pengembangan pemikiran matematis tingkat tinggi. Piaget menggunakan sebuah persamaan dengan teori grup untuk menyokong pengertiannya tentang keseimbangan dinamis dari pertumbuhan kognitif. Dia melihat tanda-tanda dasar seperti mewakili bagian yang stabil dan mencatat bahwa stabilitas dapat dipertahankan bila perubahan apapun dari bagian ini dapat dibalik, jadi menyarankan sebuah grup struktur yang mana setiap elemen mempunyai sebuah kebaikan. Tetapi pemeliharaan bagian dinamis dari keseimbangan itu mempunyai kiasan matematika yang lebih jelas dalam sistem dinamis dan teori malapetaka. Disini sebuah sistem diatur oleh parameter yang bermacam-macam secara terus menerus dapat tiba-tiba melompat dari 1 posisi keseimbangan ke yang lain ketika yang pertama menjadi tidak dapat dipertahankan. Bergantung pada sejarah parameter yang bermacam-macam, peralihan itu mungkin lancar atau mungkin berhenti. Perbandingan ini menyarankan bahwa teori tingkatan itu mungkin hanya sebuah penyepelean tingkat dari sistem perubahan yang jauh lebih kompleks, setidaknya hal ini mungkin seperti itu ketika rute ynag memungkinkan melalui sebuah jaringan ide-ide menjadi lebih banyak, sebagaimana yang terjadi dalam pemikiran matematika tingkat tinggi.


1.5 PERALIHAN DAN REKONSTRUKSI PENGHITUNGAN / PENGHITUNGAN (Transition and mental Reconstruction)

Aspek yang jauh lebih berharga dalam teori Piaget adalah proses peralihan dari satu bagian penghitungan ke bagian lain. Selama peralihan itu, tingkah laku yang tidak stabil adalah mungkin terjadi, dengan pengalaman dari ide-ide sebelumnya yang bertentangan dengan elemen-elemen baru. Piaget menggunakan istilah-istilah “asimilasi” untuk mendeskripsikan proses yang oleh struktur kognitif individu harus dimodifikasi. Dia melihat asimilasi dan akomodasi sebagai pelengkap. Selama peralihan, banyak akomodasi dibutuhkan. Skemp (1979) menanamkan ide-ide yang sama dengan cara yang berbeda dengan membedakan antara kasus dimana proses belajar menyebabkan perluasan sederhana dari struktur kognitif individu dan kasus dimana ada konflik kognitif, membutuhkan rekontruksi penghitungan. Proses rekonstruksi inilah yang menimbulkan kesulitan-kesulitan yang terjadi selama masa peralihan.
Peralihan seperti itu sering terjadi dalam matematika tingkat tinggi sebagai perjuangan individu dengan struktur pengetahuan yang baru. Konflik adalah fenomena yang terkenal dalam pikiran matematika.

1.6 RINTANGAN-RINTANGAN (obstacles)
Masalah paling serius terjadi ketika ide-ide baru tidak ditampung dengan memuaskan. Dalam hal ini, ada kemungkinan untuk ide-ide yang bertentangan untuk dihadirkan dalam seorang individu dengan segera dan dalam waktu yang sama.

Pengetahuan baru sering bertentangan dengan yang lama, dan belajar yang efektif membutuhkan stretegi-strategi untuk menghadapi konflik seperti itu. Kadang-kadang potongan yang bertentangan dari pengetahuan dapat didamaikan, kadang-kadang satu atau yang lain harus dibuang dan kadang-kadang keduanya dapat dijaga bila dengan aman dipertahankan dalam bagian yang terpisah.
Thesis Cornu(1983) mempelajari perkembangan konsep batasan proses dari sekolah ke universitas dan menggaris bawahi bagaimana penggunaan sehari-hari istilah “batasan” mempengaruhi penggunaan matematika. Dia mendiskusikan ide sebuah “rintangan”, yang diperkenalkan oleh Baston Bachelard(1938):
Sebuah rintangan adalah sepotong pengetahuan, bagian pengetahuan siswa. Pengetahuan ini pada satu waktu adalah kepuasan dalam menyelesaikan masalah-masalah tertentu. Tepatnya aspek kepuasan ini yang telah melabuhkan konsep dalam pikiran dan membuatnya sebuah rintangan. Pengetahuan nantinya terbukti tidak cukup ketika menghadapi masalah – masalah baru dan tidak cukupan ini mungkin tidak nyata. ( Comu 1983, ( Original in french))
Ringtangan – rintangan yang ditemukan oleh Comu termasuk masalah – masalah yang siswa hadapi ketika mereka harus menghitung limits menggunakan teknik yang lebih halus dari pada operasi – operasi angka sederhana dan algebra. Dia mendiskripsikan bagaiman konsep tak terbatas diperkenalkan dan “dikelilingi oleh misteri’’, namun teknik baru “bekerja” tanpa pengertian mengapa oleh siswa. Dia mendemonstrasikan bagaimana pengalaman – pengalaman siswa dapat memimpin untuk percaya dengan sangat besar dan sangat kecil, dengan “0,9 perulangan” menjadi sebuah angka “ kurang dari 1” dan simbol E mewakili untuk banyak siswa sebuah jumlah yang lebih kecil dari angka real positif, tetapi bukan nol. Adu asumsi mutlak bahwa proses limit itu “berlangsung selamanya”, bahwa limit itu “tidak pernah dapat dicapai”. (lihat chapter 10).
Tall (1986a) menyarankan sebuah penjelasan yng diberikan untuk fenomena ini sebagai prinsip perluasan umum
Bila seorang individu bekerja dalam sebuah konteks terbatas yang menurut semua contoh – contoh dipertimbangkan mempunyai sifat tertentu, kemudian dalam ketiadaan contoh-contoh yang berlawanan, pikiran mengasumsi sifat yang dikenal itu selengkapnya dalam konteks yang lain.
Menurut sejarah hal ini diabadikan dalam “ prinsip kontinuitas “ dari Leibniz
Dalam tiap peralihan yang diharuskan, berakhir dalam tiap ujung penghabisan, hal ini diperbolehkan untuk menyatakan sebuah alasan umum, yang mana ujung terakhir juga boleh dimasukkan ( Leibniz, dalam sebuah surat untuk Bayle, Januari 1687 )
Rintangan-rintangan yang timbul dari dalam menjadikan kepastian tentang matematika itu jarang mudah dihapus dari pikiran.kita semua dapat mengatasi kesulitan penghitungan dari kepercayaan – kepercayaan seperti itu, banyak yang kita sembunyikan, tapi tidak eliminasi, ketika berhadapan dengan logika matematika. Seringkali jejak satu-satunya dari rintangan seperti itu adalah melalui pengertian dari ketidak senangan ketika ada deduksi logis yang tidak “ dirasa benar “. Kita melihat ini sehingga hal dari konflik kognitif antara bagian- bagian tetap dari gambaran konsep individu.

1.7. GENERALISASI DAN ABSTRAKSI (generalization and abstraction)

Suatu kesulitan yang biasa diamati pada pembelajaran matematika lanjutan oleh siswa adalah komplain mereka bahwa subjeknya “ terlalu abstrak “ apa alasan kognitif dari kesulitan mereka ? Istilah “ generalisasi “ dan “ Abstraksi “ digunakan dalam matematika baik untuk menunjukkan proses-proses yang mana konsep-konsep diperlihatkan pada kontek yang lebih luas dan juga hasil dari proses-proses itu. Sebagai contoh, kita megenaralisasikan solusi dari persamaan linier dala 2 dan 3 dimensi sampai n dimensi dan kita mengabstraksi dari konten ini dari jarak ventor. Untuk melakukannya 2 objek penghitungan yang berbeda dihasilakn. Generalisasi Rn dan Abstraksi, jarak ventor V melalui medan F.
Ahli matematika sering menganggap suatu jarak vektor baik sebagai jarak abstraksi maupun generalisasi dari aspek 2 dimensi dan maka dari itu ini penting untuk menggunakan istilah-istilah itu dalam cara yang konsonan dengan penggunaan mereka dalam matematika. Tetapi pendidik matematika harus melihat proses kognitif yang dilibatkan dan disini kita melihat perbedaan tajam antara 2 contoh yang baru saja diberikan. Generalisasi Rn dengan mudah mempeluas pemikiran dari R1R2 R3 , dan seterusnya, yang digambarkan dengan mengaplikasikan proses-proses aritmatik biasa pada tiap koordinat. Abstraksi V adalah objek penghitungan yang sangat berbeda, yang didefinisikan dengan daftar aksioma-aksioma. Sedangkan yang tadi dengan mudah melibatkan sebuah perluasan dari proses yang sudah lazim. Yang kemudian membutuhkan pengaturan kembali penghitungan secara besar-besaran. Seperti Dregtus akan bicarakanlebih detil di chapter-chapter 2, proses dari pendefinisian jarak Vektor Abstrak harus diikutkan dengan dalil-dalil yang menurut perannya kesimpulan properti dari jarak vektornya ikut dari axioma-axioma secara konigtif ini tidak hanya proses penarikan kesimpulan tetapi sebuah proses konstruksi yang pelajar sedang membangun properti dari objek secara abstrak, misalnya, bahwa axioma menjamin properti “ biasa” dari penambahan vektor-vektor dan perkalian dengan skalar, yang secara linier independent sekumpulan vektor-vektor akan berisi kebanyakan jumlah yang sama dengan vektor-vektor sebagai kumpulan berjangka, bahwa suatu ajaran dengan kumpulan berjangka terbatas memiliki “ dimensi “ yang tepat diberikan yang berkenaan dengan sebuah kumpulan berjangka yang independen, atau “ basis”, dst. Dalam proses konstruksi ini pembuatan contoh-contoh dari jarak vektor ( misal R2,R3, dst ) berperan baik sebagai faktor konflik maupun pendukung, mereka mendukung karena mereka mengusulkan properti yang mungkin untuk dipegang, tetapi dilain pihak untuk membutuhkan suatu yang mungkin nampa” jelas dan sendirinya”. Dari contoh-contoh dan dari yang lain karena properti-properti biasa yang tajam sampai “ benar secara generalisasi “ untuk konsep abstrak selama periode ini ada konflik antara properti contoh-contoh yang pelajar ketahui, dan properti dari konsep abstrak yang baru yang ditarik kesimpulan dari pedefinisian suatu masa dari penyususnan kembali dan kosekwensi kebingungan tidak dapat dielakkan.

Pada Harel dan Tall (to appear), kita mengajukan bahwa perbedaan kognitif dibuat antara jenis-jenis yang berbeda dari generalisasi berkenaan dengan kegiatan-kegiatan yang kognitif dilibatkan. Kita mengatakan sebuah generalisasi yang luas memperluas struktur kognitif yang ada pada siswa tanpa membutuhkan rekonstruksi perubahan pada pemikiran sekarang ini. Pada sisi lain, generalisasi yang membutuhkan rekonstruksi dari struktur kognitif yang ada kita sebut sebagai “generalisasi rekonstruktif”. Pada teminologi ini kita tahu bahwa jarak vektor umum R* adalah,untuk kebanyakan siswa, sebuah generalisasi yang luas, jarak vektor abstrak adalah sebuah abstraksi dan generalisasi rekonstruktif.
Generalisasi yang lebih luas adalah teknik pengajaran yang baik untuk diambil ketika diperlukan untuk dapat berurusan dengan kelas yang lebih luas dari pengaplikasian tanpa harus mengalami terlalu banyak perubahan kognitif yang membuat stress. Misalnya, siswa yang dapat membawakan proses pemecahan persamaan linier bersama dalam 2 variable biasanya dapat menyamakan (secara luas) menjadi 3, 4, atau lebih variabel-variabel tanpa kesulitan (walaupun perhitungan-perhitungan mungkin menjadi membosankan). Malah yang terus terang secara relatif mendeskripsikan proses dalam waktu yang umum mengarah pada seperangkat persamaan yang khusus dalam, katakanlah, 3 variabel-variabel ; x,y,z (“kurangi perkalian-perkalian yang cocok dari persamaan pertama, kedua dan ketiga untuk menghilangkan x, kemudian hilangkan y dari hasil persamaan tersebut, cari z dan substitusikan kembali untuk mencari y, kemudian x”). Prosesnya lebih mudah dilihat dengan membuat solusi dari pada menggambarkannya. Tentu saja ada pengecualian-pengecualian (misalnya “apa yang dilakukan ketika persamaan pertama tidak ada x”), tetapi ini boleh juga diselesaikan dengan tingkat yang lebih khusus. Pada resiko pengakalan sebuah adjektif yang kita telah gunakan sebelumnya, kita akan menganggap tipe ini sebagai pendekatan yang luas juga umum, dengan perkiraan bahwa ini menggambarkan prosedur yang khas (umum) dengan mengarah pada suatu perkara khusus.

Dubinsky mendorong siswa-siswi untuk menulis program-program dalam bahasa komputer dimana banyak gagasan-gagasan, kumpulan-kumpulan atau pasangan-pasangan dered, hubungan-hubungan,fungsi-fungsi,dst dari pemikiran matematis yang sejajar. Dengan menulis kode komputer yang mengkhususkan prosedur untuk membawakan proses fungsi, memasukan suatu pengujian awal untuk melihat jika keadaan masukan yang mendefinisikan daerah fungsi memuaskan, siswa wajib untuk berpikir melalui pembuatan proses fungsi. Kegiatan pemograman adalah proses umum: ini membawa apa yang mungkin dilihat sebagai gagasan umum pada perkara-perkara yang khusus dan meningkatkan suatu abstraksi umum dari konsep fungsi. Dari teori yang baru saja digambarkan, ini mengusulkan tingkat yang lebih lanjut yang dibutuhkan untuk lewat dari contoh-contoh umum pemograman, dimana generalisasi itu dilihat dalam hal khusus dari fungsi-fungsi yang di programkan oleh siswa kepada abstraksi formal yang membutuhkan tingkatan baru dari definisi konstruksi abstraknya. Dubinsky merumuskan transisi ini dalam kerangka orang Piaget dari gambaran abstraksi yang mana proses-proses diringkas sebagai objek penghitungan. Teori ini diperinci lebih lagi di Bab 7 dan 15.

1.8 INTUISI DAN KETEPATAN LOGIKA( Intuition and Rigour)

Ahli matematika sering menganggap istilah “intuisi” dan “ketepatan logika” saling terpisah dengan mengusulkan bahwa suatu penjelasan bahwa “intuisi” perlu ketidaktepatan logika. Ini ada benarnya juga, karena biasanya intuisi datang secara keseluruhan dalam pikiran dan mungkin sulit untuk memisahkan bagian-bagiannya menjadi suatu perintah deduksi yang logis. Tetapi lawan antara 2 konsep tersebut adalah sebuah kesalahan pembagian yang kita akan bahas.
Kesimpulannya intuisi mutlak adalah hasil dari penggambaran konsep tiap-tiap individu.semakin terdidik individu itu dalam berpikir secara logis, perbandingan konsep indiviudu itu akan semakin besar kemungkinannya untuk menangkap dengan respon logika.
Ini akan jelas pada pertumbuhan berpikir siswa-siswi yang melalui intuisi awal, berdasar atas matematik mereka yang tidak begitu formal, akan menjadi intuisi formal yang lebih halus ketika pengalaman mereka bertumbuh.
Kita kemudian memiliki banyak macam intuisi ; pertama pertimbangan perkiraan dan imaginasi; kemudian generalisasi dengan induksi, yang mencetak mulai dari prosedur dari penelitian ilmu pengetahuan; sampai akhirnya kita mendapat intuisi dari angka-angka yang murni (poincare, 1913, p.215).
Dari sudut pandang psikologi, Fischbein(1978) sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang sama yang menunjukkan 2 jenis berbeda dari intuisi yaitu:
Intuisi primer mengarah kepada kepercayaan kognitif yang mengembangkan diri mereka sendiri pada kehidupan manusia, dengan cara alamiah, sebelum dan juga dengan independen dari instruksi sistematis.
Intuisi sekunder adalah apa yang dikembangkan sebagai hasil dari pelatihan kecerdasan sistematis dengan arti yang sama, Felix klein (1898) menggunakan istilah “intuisi yang lebih halus” dan F.severi menulis tentang “second degree intuition”(1951). (Fischbein, 1978.p.161)
Demikianlah aspek logika juga dapat diasah menjadi lebih “berdasarkan intuisi” dengan pemikiran matematis. Perkembangan dari intuisi logis yang lebih halus seharusnya menjadi satu dari tujuan utama dari pendidikan matematis lanjutan.

2. PERTUMBUHAN DARI PENGETAHUAN MATEMATIKA.
( The Growth of Mathematical Knowledge)
Sesuai dengan apa yang kita telah lihat, dasar dari pemikiran matematis tak memungkinkan untuk berhubungan dengan proses kognitif yang meningkatkan pengetahuan matematis. Kita sekarang fokus kepada lingkaran penuh dari pemikiran matematis untuk mengetahui bukti matematis sebagai tahap akhir dari proses perkembangan ini daripada hanya kerangka formal dari struktur pengetahuan yang lengkap.

2.1 JANGKAUAN PENUH DARI PEMIKIRAN MATEMATIKA LANJUTAN
(the Full Range of Advanced Mathematical Thinking)
Tetapi bukti matematis, menurut Hadamard(1945), adalah langkah ketepatan akhir dari pemikiran matematis. Sebelum sebuah dalil dapat di perkirakan, buktikanlah dulu, ada banyak pekerjaan dilakukan dalam pemahaman dari pemikiran apa yang akan bermanfaat dan hubungan apa yang akan berguna.
Hadamard mempertimbangkan penggambaran Poincare dari penelitian, kegiatan, dan catatan pribadinya.
Penelitian yang berlebih dari Poincare menunjukan pada kita 3 jenis pekerjaan intensif yang pada dasarnya berbeda jika dipertimbangkan dari pandangan kita, yaitu:
a) Pekerjaan yang sepenuhnya sadar
b) Penerangan pendahuluan oleh inkubasi
c) Proses yang sangat khas dari kurang tidur di malam hari (Hadamard 1945,p.35)

Disini Poincare memberikan kebutuhan suatu pekerja berat pada masalah yang baru, kemudian mengijinkan pemikiran itu untuk menetaskan dalam alam bawah sadarnya, selama waktu dimana dia kurang tidur di malam hari karena berpikir dengan keras untuk pemikiran yang baru sampai tiba-tiba beberapa waktu kemudian penerangan yang tiba-tiba meledak dalam kesadarannya secara solus. Setelah waktu selanjutnya telah lewat, pada waktu luangnya dia mampu menganalisa apa yang telah terjadi dan membangun dasar kebenaran yang formal dari teorinya pada langkah “ketepatan” akhir ketika hasil dari pemecahan terangnya adalah subjek dari analisis cahaya /hari yang dingin,dia memperhalus asumsi-asumsi sehingga pengambilan kesimpulan akan tahan terhadap penelitian analisis yang cermat.

Apa yang menjadi kenyataan adalah langkah-langkah awal dari lingkaran kekreatifan yang mungkin sebagian bergantung pada logika dan deduksi. Tetapi mereka juga butuh aktivitas penghitungan secara fleksibel untuk menghasilkan gema penghitungan antara konsep yang tak berhubungan sebelumnya. Menurut model aktifitas otak Gazzigna, ini mungkin juga terjadi sebagai penjajaran dari modul yang berbeda-beda dalam proses otak yang terjadi secara serempak. Bagian dari langkah sukses dari pemikiran matematis nampaknya harus dikerjakan cukup keras untuk mengatasi masalah dan mendorong aktifitas penghitungan yang kemudian melepaskan proses itu dan meneruskannya secara tak sadar.

2.2 MEMBANGUN DAN MENGUJI TEORI SINTETIS DAN ANALISIS
( Building and testing Theories : synthesis and anallysis)
Poincare berusaha untuk menunjukkan peranan tambahan sintesis dari analisis pemikiran matematis. Sintesis mulai dengan perbuatan sadar akan langkah awal untuk memulai meletakkan pemikiran bersama-sama, diikuti dengan aktivitas yang lebih intuitif, yang mana saling mempengaruhi secara tak sadar antara gambaran konsep yang berperan. Sampai gema kekuatan yang dahsyat baru menghubungkan konsep dengan ledakan dalam kesadaran yang sekali lagi adalah analisis, disisi lain jauh lebih tenang dan aktifitas logis yang secara sadar mengatur pemikiran baru ke dalam bentuk logika dan memperhalusnya untuk memberikan ketepatan dalam pernyataan dan dedukasi.
Pengajaran kepada anak-anak muda menekankan sintesis pengetahuan dimulai dari konsep sederhana, yang dibangun dari pengalaman dan contoh-contoh untuk menjadi konsep yang lebih umum. Penekanan pada tingkat sekarang ini sedang berubah dengan memasukkan lebih banyak pemecahan masalah dan penyelidikan yang tak terbatas.
Mengajar di universitas lebih sering memberi penekanan yang sangat bertentangan : analisis pengetahuan, dimulai dengan abstraksi secara umum dan membentuk rantai deduksi darinya yang mungkin akan diaplikasikan dalam konteks khusus yang bervariasi luas.
Bekerja dengan kebanyakan anak-anak muda, Dienes(1960) mengajukan sebuah teori untuk membangun konsep dari contoh-contoh konkret, juga Dienes dan Joenes (1960) merumuskan prinsip yang sangat mendalam secara umum yang lebih jauh lagi yang mana “ ada pilihan untuk perhitungan dengan langkah-langkah dan interpolasi, dari pada selalu bertahap”. Mereka menanggapi pertanyaan mereka sendiri “kapan generalisasi dari perkara sederhana menjadi lebih umum mungkin terjadi dan kapan ini lebih baik bagi mereka untuk mengkhususkan dari perkara yang lebih rumit menjadi lebih sederhana?” dengan penyataan bahwa “ini tidaklah mungkin untuk dijawab dengan pernyataan positif ataupun negatif yang sederhana”. Mereka menyarankan bahwa hal yang lebih pantas ditanyakan adalah “Tingkat optimal dari kerumitan yang dibutuhkan untuk permulaan” tanggapan yang hanya tepat untuk pengajaran dan pembelajaran pada tingkat-tingkat yang lebih lanjut. Mungkin membutuhkan sintesis dari pengetahuan untuk membangun teori secara kognitif sebaik analisis pengetahuan untuk memberikan keseluruhan struktur dalam hubungan logika.

2.3 PEMBUKTIAN MATEMATIKA ( Mathematical Proof)

Diperlihatkan sebagai kegiatan pemecahan masalah, kita mendapatkan bahwa pembuktian sebenarnya adalah langkah terakhir dari kegiatan yang mana ide dibuat tepat. Juga pada kebanyakan pengajaran matematika di tingkat universitas memulai dengan pembuktian. Dalam kata pengantarnya yang berjudul “ The Psychology at learning mathematics” (“psikologi pangajaran matematika”)Skemp dengan ringkas berkenaan dengan ini menunjukkan pada murid - murid hasil dari pemikiran matematika, dari pada mengajari mereka proses berpikir matematika. Koyakan yang baik sekali dari Baurbaki ini adalah monumen pemikiran matematik yang intelek. Dan mungkin digunakan untuk membantu pelajar menghargai struktur formal dari matematika. Tetapi sekali lagi Poincare mempunyai pengamatan sesuai untuk dibuat.
Cara mengerti demonstrasi dari dalil, adalah dengan meneliti dengan berturut turut tiap- tiap silogisme yang menyusunnya dan memastikan kebenarannya, cocokah dengan peraturan dari permainan? untuk beberapa orang akan menjawab ya, ketika mereka telah menyeleaikan ini, mereka akan berkata : saya mengerti. Tidak untuk mayoritas orang , hampir semua orang lebih sukar lagi, mereka berharap untuk tidak hanya tahu apakah semua silogisme dari demonstrasi itu adalah benar, tetapi mengapa mereka disangkutpautkan bersama – sama disini dari pada yang lain. Sejauh ini, nampaknya disebabkan oleh perubahan pikiran dengan tiba – tiba dan bukan oleh kecerdasan untuk selalu sadar akan keaktifan yang dicapai, mereka percaya bahwa mereka mengerti. ( poincare. 1913.p.431)
Mungkin anda berpikir saya menggunakan terlalu banyak perbandingan-perbandingan dan juga masih yang lain. Anda ragu menjumpai perkumpulan orang – orang yang sulit membentuk kerangka dari bunga karang yang khusus. Ketika bagian dari masalah telah menghilang, hanya ada tersisa penyusuran yang luwes dan lemah. Benar tidak ada apapun disana kecuali silica, tetapi apa yang menarik adalah bentuk dimana silica ini telah diambil, dan kita tidak dapat mengerti akan hal ini jika kita tidak tahu kehidupan bunga karang yang telah memberinya dengan tepat bentuk ini. Demikian ini adalah pikiran – pikiran berdasarkan intuisi yang lama dari ayah kita, bahkan ketika kita telah membuangnya, masih juga tertanam bentuk mereka tentang kontruksi logika yang telah kita tempatkan. (ibid,p.219)
Demikian ini adalah tuntutan ahli matematika yang begitu banyak sehingga pembuktian tidak hanya logis, tetapi bahwa seharusnya ada beberapa prinsip yang menolak menjelaskan mengapa pembuktian itu bekerja. Pembuktian dari empat macam dalil, oleh kepayahan dari semua konfigurasi yang mungkin menggunakan pencarian dengan komputer (apple & haken, 1976) berusaha nampak logis, masih banyak ahli matematika yang professional, meskipun dengan giat bekerja untuk melihat bukti dalil sekali dan untuk semua, sedemikian ragu –ragu, bahwa mungkin ada beberapa kekurangan yang halus dalam “pembuktian” komputer karena nampaknya tidak ada sebab untuk menjelaskan mengapa seperti ini.
Prinsip ini masih tidak selalu di ceritakan ke siswa. Sawyer (1982) melaporkan bagaimana dia mencoba untuk mengajar dalil – dalil analisis fungsional dengan mengarah kembali kepada dalil – dalil pada variable yang nyata yang dia harapkan murid – muridnya tahu, hanya untuk mencari bahwa mereka tidak mmpunyai ingatan tentangnya.
Alasan untuk ini adalah pada kuliah mereka di universitas mereka telah diberi kuliah yang formal yang belum menyampaikan arti dari intuisi ; mereka telah lulus dari ujian mereka dengan revisi dan hapalan pada menit – menit terakhir.
Dia menyatakan betapa kagetnya dia mempelajari dosen yang menjadi terdiam di tengah – tengah dari pembuktian, mengembalikan dia kembali ke kelas untuk membuat gambar untuk menolongnya, kemudian menghapusnya dan meneruskan dengan pembuktian secara formal tanpa menguranginya di kelas bagaimana dia telah menggunakan intuisinya untuk membangunnya kembali.
Dia mengamati :
- Untuk mengajar kalkulus dengan baik adalah tugas yang sangat banyak persyaratannya 3 hal harus dilakukan : Pertama menunjukkan dengan sebuah gambaran yang beberapa hasilnya sangat masuk akal, Kedua memberikan contoh - contoh perbandingan yang mengindikasikan keadaan yang mana suatu dugaan akan gagal, Ketiga menggali dari pertimbangan – pertimbangan ini hasil dari pembuktian secara formal.
Perkataan ini tidak hanya diaplikasikan ke perkuliahan dan buku - buku untuk sarjana. Felix klein menjelaskan bahwa pada karangan untuk jurnal penelitian pendidikan, pertimbangan intuisi adalah hal biasa dan merupakan praktek yang sangat tak diinginkan.
Banyak ahli matematika telah mempelajari bagaimana menghadirkan wajah terbaik mereka di depan umum, menunjukan pemikiran – pemikiran mereka dalam bahasa yang halus dan kerja keras yang tersembunyi dan penyusunan – penyusunan yang salah mengatasi pertumbuhan mereka. Maka dari itu ini mendasari untuk mengajukan pertanyaan
Berikut :

Bagaimana mungkin menghadapkan murid – murid kepada pandangan yang lebih luas dari pemikiran matematik dasar yang memasukan pertumbuhan pemikiran matematik yang sukar dalam cara yang tepat untuk pelajar?

3. DESAIN KURIKULUM DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA LANJUTAN ( Curriculum Design in advanced mathematical learning)

3.1. MERUNTUTKAN PENGALAMAN PEMBELAJARAN. ( Sequencing the learning experience)

Selama perpindahan yang sukar dari matematika yang tidak begitu formal ke pemahaman proses matematika yang lebih formal, ada kebutuhan sejati untuk membantu siswa dalam menambah wawasan tentang apa yang sedang terjadi. Logika ahli matematika mungkin membuat dia gagal dalam merancang jadwal pengajaran. Seorang ahli matematika sering mengambil pemikiran matematika yang rumit dan “ menyederhanakannya dengan cara memecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil kemudian siap mengerjakan tiap komponen dengan runtutan yang logis. Dari sudut pandang ahli, komponen-komponen itu mungkin terlihat sebagai bagian dari keseluruhan. Tetapi mungkin bagi siswa potongan- potongan ini terlihat seperti yang dipresentasikan oleh mereka dalam isolasi, seperti potongan- potongan terpisah dari puzzle yang mana tidak ada gambar yang ada secara utuh. Sebenarnya skenario itu mungkin lebih buruk ketika siswa menghadapi tiap potongan dari puzzle dan mengkondisikan konsep penggambaran pribadi dari keadaan khusus yang bisa jadi berbeda dengan pemikiran formal. Jadi bukan hanya tidak ada gambar yang tersedia untuk puzzle itu, tapi potongan – potongan itu sendiri sekarang mungkin memiliki bentuk yang berbeda- beda sehingga mereka tidak lagi pas.
Contoh sebuah analisa matematika dari pemikiran fungsi f(x) membutuhkan pemikiran limit dari ( f(x+h)-f(x))/h, dengan h berharga 0 sehingga secara matematika fungsi tersebut harus didahulukan dengan diskusi dari pemikiran limit untuk membuat proses matematika lebih mudah pehitungan limit tersebut menggunakan x tertentu, hanya pada tahap berikutnyalah diijinkan merubah-rubah nilai x untuk memberikan hasil dari fungsi. Jadi runtutan yang disarankan oleh analisa matematik secara formal adalah:
1. Pemikiran suatu limit
2. Untuk menentukan x, dengan menghitung limit dari (f(x+h)-f(x)) / h, dengan h bernilai nol.
3. Masukkan limit f(x), kemudian ubah-ubah nilai x untuk menghasilkan fungsi
Namun ketika pengajar ada pada tahap (1), pemikiran limit misterius karena nampaknya ini “mengambang” tanpa alasan yang nyata. Telah ada rintangan yang kognitif disini, seperti yang diteliti oleh Cornn (1983) dan yang lainnya. Pada tahap (2), proses limit menghasilkan rintangan-rintangan lebih lanjut (Tail & Vinner 1981) yang akan didiskusikan lebih detail pada Bab 10.Nor. Jalur dari langkah (2) ke langkah (3) secara matematis semudah secara kognitif banyak siswa melihat langkah (2) seperti aktifitas simbolik belaka, dan tidak melihat f’(x) sebagai fungsi, dengan sebuah grafik yang mana grafik dari f(x) tinggi (Tall,1989)
Oleh karena itu masalah perkembangan kurikulum adalah untuk menunjukkan murid dengan konteks yang mana pertumbuhan kognitif dapat terjadi, menuntun yang pada akhirnya ke pengertian pemikiran matematis dimana keformalan berperan sebagai bagian yang tepat.
Secara analisis misalnya satu metode yang telah dibuktikan dengan sukses dapat melibatkan lebih banyak pendekatan fleksibel yang menambahi pendekatan numerik dan aljabarik kepada fungsi dengan luas, apresiasi visual dari grafik yang tinggi yang dihasilkan pada komputer.
Secara umum adalah mungkin untuk menggunakan tenaga tambahan dari visualisasi untuk memberikan hasil yang luas dari konsep matematis, untuk menunjukkan kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan yang dimilikinya maupun bukan, dalam langkah yang membuatnya perlu secara logis untuk merumuskan teori itu secara jelas. Pemikiran-pemikiran dari pandangan tanpa hubungan dengan proses yang runtut dari perhitungan pembuktian adalah wawasan-wawasan yang kurang memenuhi secara matematis. Di lain pihak, runtutan proses secara logika tanpa pandangan dari gambaran yang utuh adalah terbatas dan berkelip. Maka dari itu, ini adalah tujuan yang berharga untuk dicari. Interaksi yang bermanfaat dari ini sangatlah berbeda cara berpikirnya.
PEMECAHAN MASALAH ( Problem Solving)

Untuk kebanyakan sarjana, pemecahan masalah berarti mempelajari isi dari satu set catatan perkuliahan dan mengaplikasikan pengetahuan ini kepada masalah yang khusus dengan jelas berhubungan dengan pengajaran utama. Untuk penelitian ahli matematika, pemecahan masalah adalah kegiatan yang lebih kreatif, yang memasukkan perumusan dari dugaan-dugaan yang mungkin, suatu runtutan dari aktivitas-aktivitas pengujian, memodifikasi dan pengilangan sampai memungkinkan untuk menghasilkan pembuktian yang formal dari dalil yang dispesifikasikan dengan baik.
Polya (1945) mengusulkan 4 tahap sebagai kerangka untuk pemecahan masalah:
 Pahami masalahnya
 Buat sebuah rencana
 Melaksanakan rencana itu
 Lihat kembali pekerjaannya
Kerangka ini telah menjadi tulang punggung dari banyak usaha-usaha berikutnya pada strategi perumusan masalah , pemikiran Mason et al (1982) dan Schoenfeld(1985) telah mengetahui kebutuhan pembuatan neuristik yang sebenarnya yang lebih tegas dan cepat untuk pelajar. Pemikiran dari “Buat sebuah rencana” benar-benar menakutkan (berat)untuk pemula. Lebih tegas lagi adalah versi yang diusulkan oleh Mason, yang mengajukan 3 tahap:
o Masuk
o Pecahkan
o Meninjau
Tahap Masuk menutupi 2 tahap pertama dari Polya,Sementara, Pecahkan dan Meninjau sesuai dengan tahap ketiga dan keempat Polya.
Pada tahap ‘Masuk’ potensi pemecah masalah -yang dikenal dengan konteks pemecahan masalah - mendapatkan pengertian dari masalah dengan memainkan pikiran-pikiran, yang mungkin lewat spesialisasi yang sederhana, pindah ke posisi dimana usaha-usaha untuk menetapkan dengan jelas apa yang diketahui dan diinginkan, dan mempertimbangkan dengan hati-hati apa yang dapat diperkenalkan (notasi, prosedur solusi,dll) yang mungkin menjadikan pemecah masalah dari apa yang diketahui menjadi apa yang diinginkan. Kemudian perubahan yang kualitatif terjadi dengan melakukan pemecahan terhadap masalah menggunakan pemikiran yang telah diperkenalkan. Mungkin ini berhasil, tetapi lebih seringnya ini dapat menuju kebutuhan, sebuah jalan buntu yang mana individu saharusnya meninjau apa yang telah dilakukan dan kembali ke langkah Masuk, untuk mempertimbangkan pemecahan baru. Sesekali beberapa solusi semacam ini dicapai dengan perubahan suasana hati masih lagi untuk suatu tinjauan seadanya – pemeriksaan hasil-hasil untuk menyakinkan tidak ada kesalahan telah dibuat, Meninjau apa yang telah dilakukan untuk mempelajari strategi yang mungkin terbukti berguna pada saat yang lain dan kemudian sedang dipersiapkan untuk memperluas masalah kepada tingkatan-tingkatan yang baru dari pengalaman, yang memulai kembali lingkaran masukan pada tingkat yang lebih rumit.
Penulis telah memiliki beberapa tahun pengalaman dalam mengajar memecahkan masalah dalam kerangka ini. Ini telah terbukti dapat meraih sarjana untuk mengembangkan cara yang asli dari pemecahan masalah walaupun proses pada periode awal yang lebih lama bagi siswa untuk meraih poin wawasan mungkin nyata ketika memberikan informasi di perkuliahan. Namun, cara ini dapat merangsang pemikiran reflektif dan mengembangkan pengawasan mendalam antara pemikiran siswa untuk mengerti kemajuan dan ketepatan arah dari proses mencari solusi.


PEMBUKTIAN ( Proof)

Siswa-siswi yang memulai dalam matematika lebih lanjut mendapat kesulitan terbesar dalam pembuktian sebelum mereka mencapai kebiasaan dengan pekerjaan dari budaya matematis ini. Pada daftar pertanyaan penyelidikan yang lebih jelas membuktikan bilangan irrasional 2, siswa-siswi lebih suka pembuktian yang menunjukan bahwa kuadrat dari bilangan rasional apapun harus bilangan utuh dari faktor utama, dan maka dari itu bilangan kuadrat tersebut bukan 2 karena bilangan utama 2 menghasilkan bilangan yang tak habis dibagi. Mereka lebih menyukai ini dari pada bukti standar oleh kontradiksi dan demonstrasi yang lebih umum yang diambil dari Hardy’s Pure Mathematics. Walaupun fakta bahwa “pembuktian” bukanlah pembuktian secara formal saja, tetapi penjelasan yang menyimpang dengan contoh-contoh mendemonstrasikan bentuk apa yang diambil oleh pengkuadratan dari bilangan rasional yang khas(Tall,1979). Sekali lagi kita tahu bahwa sebuah bukti yang umum: menjelaskan konsep umum dengan mempertimbangkan contoh-contoh yang khas, adalah langkah pertama yang lebih mudah dimengerti dari pada rekonstruksi kepada formalisme.
Tentu ini asli dalam matematika lebih lanjut untuk mengambil langkah dari penjelasan (umum) kepada pembuktian formal. Beberapa pengajar, seperti Leron (1983ab,1985ab), memperlihatkan peran mereka ketika membuat struktur dari bukti yang lebih berarti kepada siswa-siswi. Metodenya, secara dasar, untuk menstruktur bukti dengan tepat, sehingga jelas apa yang sedang terjadi pada waktu yang diberikan, dan untuk membuat bukti itu sesegera mungkin. Kontradiksi bukti yang demikian di tulis kembali sehingga mereka tepat dan konstruktif dari awal, dengan kontruksi apapun yang sedang di perkenalkan selambat dan dapat dipraktekkan dalam pembuktian.
Yang lain melihat kewajiban mereka seperti peranan yang lebih luas dari mengenalkan siswa-siswi kepada jangkauan yang penuh dari pemikiran matematis, termasuk perkiraan, verifikasi positif lewat pendapat yang diyakinkan atau sangkalan dari contoh banding. Dengan cara demikianlah sekolah Greroble (Legard et al,1984,1988; Albert,1981) telah mengenalkan “scientific science”(“debat ilmu pengetahuan”)di fakultas-fakultas mereka, Dimana penontonnya penuh dengan mahasiswa yang diundang dan dikelompokkan bersama – sama untuk mencari pikiran seperti halnya dalil yang pada topik matematis sedang dipertimbangkan, dan kemudian berusaha membuktikan atau menyangkalnya. Ini penting sehingga pengajar tidak berkomentar tentang kebenaran atau kesalahan dugaan-dugaan pada tahap awal, dan sehingga siswa – siswi dihadapkan secara murni dengan tugas untuk menyakinkan teman sebaya mereka tentang kebenaran pendapat - pendapat mereka

3.4 PERBEDAAN ANTARA PEMIKIRAN MATEMATIS DASAR DAN LANJUTAN ( Differences Between Elementary and advenced Mathematical Thinking)

Suatu yang ironis mengetahui bahwa kurikulum nasional di UK dan standar NCTM di USA untuk sekolah jurusan matematika menganjurkan suatu tingkat pemecahan masalah yang tak terbatas yang ditetapkan dengan aneh pada pembelajaran tingkat sarjana di universitas – universitas. Tata cara pemecahan masalah dari Masuk, Pemecahan , dan Meninjau dapat dan sedang di tampilkan oleh anak – anak muda pada penyelidikan matematis semacam ini. Demikian banyak dari proses pemikiran matematis lanjutan telah ditemukan lebih banyak pada tingkat dasar. Namun, Mason et al(1982) menggambarkan verifikasi dalam “ Thinking Mathematically” pada 3 tingkatan :
- yakinkan dirimu sendiri
- yakinkan teman
- yakinkan musuh
menyakinkan diri sendiri melibatkan pemikiran mengapa beberapa pernyataan mungkin benar, tetapi menyakinkan teman membutuhkan pendapat – pendapat yang diatur dalam cara yang lebih koferen. Menyakinkan musuh berarti bahwa pendapat itu harus dianalisis dan disuling sehingga ini akan terhadap ujian kecaman. Ini adalah yang mendekatkan “ Thinking Mathematically” kepada perkiraan pembuktian. Apa yang secara keseluruhan dihadirkan adalah perkiraan dari definisi formal dan pengambilan kesimpulan formal yang logis dari definisi tersebut .
Mungkin ini dihipotesa bahwa pemikiran matematis pada semua tingkat dapat termasuk dalam langkah – langkah Masuk, Pemecahan dan Meninjau yang termasuk tingkat dari pembenaran matematis, tetapi pernyataan bahwa pemikiran matematika dasar kekurangan proses dari abstraksi formal dan tidak memasukkan “Ketepatan Langkah” akhir kedalamnya adalah suatu kesamaran formal
Perpindahan dari pemikiran matematika tingkat dasar ke lanjutan melibatkan transisi yang berarti : dari “menggambarkan “ menjadi “ menegaskan”, dan “ menyakinkan “ menjadi “ membuktikan “ dalam cara logis berdasarkan atas definisi tersebut. Perpindahan ini membutuhkan rekontruksi yang kognitif yang di perlihatkan selama mahasiswa universitas yang awalnya berjuang dengan abstraksi formal ketika mereka mengerjakan tahun-tahun pertama di universitas. Ini adalah perpindahan dari “ hubungan “ dari matematika dasar kepada “ konsekuensi “ dari matematika lanjutan, berdasar atas sesuatu yang sungguh-sungguh ada yang mana setiap individu harus bangun melalui pengambilan kesimpulan dari penggambaran formal.